twitter




Hidup renung
            Ada yang pergi, tak kembali. Ada singgah, tak kunjung pergi. Ada yang datang, tak menemui. Debu tak bertebaran pada putaran yang sama, embun yang jatuh tak selalu luruh ke tanah. Daun, ranting, akar tak tau kemana arah matahari. Inilah hidup, tak ada yang kau ketahui, tak juga bisa kau rencanakan, dan tak sesuai yang kau harapkan.
            Aku melipir dari jalan yang telah diserbu ratusan rintik hujan. Sempat beberapa rintik membasahi tubuhku. Terasa dingin, lebih dingin dari biasanya. Seketika hujan membendung kota nan megah ini. Melamunkan memori dan kenangan hidup yang kulalui. Kuterpaku menunggu hujan yang semakin membasahiku.
            “renung, mau kemana kalau sudah besar?” ayah selalu bertanya seperti ini ketika kita memiliki momen bersama, berdua. “kemanapun yang telah kau singgahi” jawabku ringan. “aku akan pergi ke banyak tempat, sanggupkah kau mengikutiku kelak?” tantangnya mulai memacu adrenalinku. “siapa takut, memang ayah mau kemana?” jawabku mulai dengan rasa penasaran, “kuberitahu kau akan banyak negara yang akan ku kunjungi, banyak kota yang akan aku singgahi, banyak waktu yang harus kulalui. Masih ingin pergi mengikutiku?” jelasnya dengan nada yang membuatku penasaran, karena usiaku yang masih kecil sehingga aku tak mampu mengartikan kalimat tersebut kedalam arti kiasan atau yang lain. “iyaaa siaap” seruku . “hahaha....baiklah kalau begitu” seraya ia tertawa dengan terus memandangiku.
            Detik terus berlari, menit terus mengejar, jam tak sanggup berhenti ketika diriku semakin tumbuh besar. Ketika kubutuhkan keluarga, dan ternyata aku kalah judi. Sudah kutaruhkan seluruh hidupku untuk keluarga, namun aku kalah. Taruhanku tak beraku, aku bangkrut jasad dan hatiku. Perginya ayah, pisahnya dengan ibu dan entah pergi kemana kakakku, memilukanku. Kali ini aku kalah judi, berubah semua mulai dari sini. Saat aku tak lagi punya apa – apa. Semua mimpiku, hidupku, berubah sesuai keadaanku yang kekurangan.  Sekolahku, temanku, hobiku, seluruhnya tandas hanya memberikan serpihan kecil orang yang ingin menemaniku. Seperti sunyi dan sendiri yang selalu menemaniku.
            Tinggalah aku serta ibuku, tak terlalu dekat. Tak sedekat ayahku dulu. Namun aku berusaha kuat, agar menguatkanya. Aku yakin hidupnya, hatinya pun sudah tak terbentuk. Penuh luka dan cabik, gelap, tak tau mana yang benar dan salah, siapa yang jahat dan baik. Matanya penuh nanar kemarahan, tapi  tak dapat keluar. Air mukanya layu, matanya menghitam karna terjaga siang dan malam. Terus menelaah nasib yang menimpanya. Kosong, hidupnya kini tapi tetap menggenggamku erat. Bertahan untuku yang masih berdiri disampingnya. Seolah ia berkata, “renung aku cinta kau, tetap disini saat aku kosong karna kau telah ada saat aku penuh. Kuatlah kau akan tumbuh dengan impianmu, bersamaku”. Batinku menjawab apa yang ada dipikiranya “ibu, aku cinta kau”.
Renung Maharani
“perkenalkan ini renung maharani, dia akan menjadi teman kalian” ibu guru yang saat itu yang kutau  tentangnya hanya dia perempuan, tinggi semampai, berkerudung, sedikit ketus. “siahkan renung duduk” “baik bu”. Aku pindah sekolah, pindah ke luar kota. Sedikit terpencil dari kotanya. Saat itu juga aku berjanji hanya sekolah untuk lulus tak perlu jadi pusat perhatian, kalau bisa aku sendiri. Karna malu, aku tak punya apa – apa.
            Setiap hari aku pergi berangkat sekolah kemudian pulang, esoknya berangkat, lalu pulang sampai akhirnya aku lulus. Dan aku tak tau akan kemana, aku tak punya cukup uang untuk melanjutkan kuliah. Kuhidup saja numpang dengan saudara, ibuku hanya bekerja di sebuah pabrik kancing kecil, yang upahnya hanya bisa kami nikmati setiap hari sabtu makan soto ayam. Itu makanan mewah setiap minggu menurutku.
            Saudaraku hidupnya leih baik, terbukti mereka menghidupkanku dengan ibu. Tak pernah aku meminta hal yang muluk. Berprilaku tak santun. Kadang ku usapi dada ibuku saat ia menangis tersedu – sedu. Karena melakukan hal salah yang kecil, tapi sangat besar kelihatanya, karena kami orang tak punya memang akan selalu salah. Karena mereka yang menghidupkan kami, kadang tak melihat bahwa kami pun hidup punya rasa seperti mereka. Tapi kami hanya diam, karena kami tahu kami miskin.Terkadang aku ingin lari yang jauh, pergi dari kehidupanku. Tapi ibu selalu berkata “kamu anak yang kuat renung”
            Aku tak bisa menghentikan waktu, aku tumbuh semakin besar. Usiaku genap 20. Tubuhku berubah, sikapku berubah, sifatku berubah. Tapi aku yaa tetap aku. Hidup menuntutku dewasa, padahal tak kurasakan masa kecilku. Karena direnggut oleh hidup. Renung Maharani kini lebih mudah tersenyum, dikala hatinya tersakiti. Ada yang tak kusadari dari hidup, namaku. Mengapa namaku renung, mengapa ibu dan ayah membeikan nama itu. Apa mereka sudah mengetahui bagaimana hidupku kelak, yang penuh dengan renungan dari setiap permasalahan. Sering ku merenung, bukan tentang apa arti namaku. Renunganku jauh sampai pada batas yang tak dapat kukehendaki. Ku kaitkan benang satu dengan yang lainya dari permaslahan yang tak terungkap,dari perasaan yang meluap. Kusambungkan benang hingga menyerupai kain, namun taksempurna, tak dapat terungkap, tak dapat ku nikmati indahnya. Aku tak tahu mengapa hidup artinya ‘berat’ dalam kamusku. Apa aku istimewa dimata sang hidup. Atau hidup ingin mengajariku sesuatu yang belum kutahu hingga detik ini.
            Menjalani hidup, merenungkan hidup. Hanya itu yang bisa aku lalui kini. Kau memiliki pola yang sama, yang berulang, yang selalu muncul pada kesempatan yang sama namun ku hanya merenung. Masihkah hidup ingat akan diriku, dikala yang lain tak melakukanya. Aku ingin hidup, karena selama ini aku merasa mati dalam jasad yang hidup. Berikanku hidup meski namaku renung, tak lagi kubuat mrenung jika hidup membaik. Mungkin itu yang ingin hidup sampaikan padaku, jika hidupku mmbaik takan pernah aku merenung tentang hidup.

renung maharani oleh meiza rani purnama zeha
maret 2014


2 komentar:

  1. walaupun namanya renung tapi tak usah merenung dalam hidup ini ya mba :)

  1. A Guide to Buy Titanium Trim Cords - iTanium Art
    In this article, we ford edge titanium 2019 will discuss how to titanium dioxide sunscreen make a zinc oxide and titanium dioxide sunscreen custom 3-piece brass axe. The basic idea is titanium undertaker simple, but titanium 170 welder there is a

Posting Komentar