twitter




Hidup renung
            Ada yang pergi, tak kembali. Ada singgah, tak kunjung pergi. Ada yang datang, tak menemui. Debu tak bertebaran pada putaran yang sama, embun yang jatuh tak selalu luruh ke tanah. Daun, ranting, akar tak tau kemana arah matahari. Inilah hidup, tak ada yang kau ketahui, tak juga bisa kau rencanakan, dan tak sesuai yang kau harapkan.
            Aku melipir dari jalan yang telah diserbu ratusan rintik hujan. Sempat beberapa rintik membasahi tubuhku. Terasa dingin, lebih dingin dari biasanya. Seketika hujan membendung kota nan megah ini. Melamunkan memori dan kenangan hidup yang kulalui. Kuterpaku menunggu hujan yang semakin membasahiku.
            “renung, mau kemana kalau sudah besar?” ayah selalu bertanya seperti ini ketika kita memiliki momen bersama, berdua. “kemanapun yang telah kau singgahi” jawabku ringan. “aku akan pergi ke banyak tempat, sanggupkah kau mengikutiku kelak?” tantangnya mulai memacu adrenalinku. “siapa takut, memang ayah mau kemana?” jawabku mulai dengan rasa penasaran, “kuberitahu kau akan banyak negara yang akan ku kunjungi, banyak kota yang akan aku singgahi, banyak waktu yang harus kulalui. Masih ingin pergi mengikutiku?” jelasnya dengan nada yang membuatku penasaran, karena usiaku yang masih kecil sehingga aku tak mampu mengartikan kalimat tersebut kedalam arti kiasan atau yang lain. “iyaaa siaap” seruku . “hahaha....baiklah kalau begitu” seraya ia tertawa dengan terus memandangiku.
            Detik terus berlari, menit terus mengejar, jam tak sanggup berhenti ketika diriku semakin tumbuh besar. Ketika kubutuhkan keluarga, dan ternyata aku kalah judi. Sudah kutaruhkan seluruh hidupku untuk keluarga, namun aku kalah. Taruhanku tak beraku, aku bangkrut jasad dan hatiku. Perginya ayah, pisahnya dengan ibu dan entah pergi kemana kakakku, memilukanku. Kali ini aku kalah judi, berubah semua mulai dari sini. Saat aku tak lagi punya apa – apa. Semua mimpiku, hidupku, berubah sesuai keadaanku yang kekurangan.  Sekolahku, temanku, hobiku, seluruhnya tandas hanya memberikan serpihan kecil orang yang ingin menemaniku. Seperti sunyi dan sendiri yang selalu menemaniku.
            Tinggalah aku serta ibuku, tak terlalu dekat. Tak sedekat ayahku dulu. Namun aku berusaha kuat, agar menguatkanya. Aku yakin hidupnya, hatinya pun sudah tak terbentuk. Penuh luka dan cabik, gelap, tak tau mana yang benar dan salah, siapa yang jahat dan baik. Matanya penuh nanar kemarahan, tapi  tak dapat keluar. Air mukanya layu, matanya menghitam karna terjaga siang dan malam. Terus menelaah nasib yang menimpanya. Kosong, hidupnya kini tapi tetap menggenggamku erat. Bertahan untuku yang masih berdiri disampingnya. Seolah ia berkata, “renung aku cinta kau, tetap disini saat aku kosong karna kau telah ada saat aku penuh. Kuatlah kau akan tumbuh dengan impianmu, bersamaku”. Batinku menjawab apa yang ada dipikiranya “ibu, aku cinta kau”.
Renung Maharani
“perkenalkan ini renung maharani, dia akan menjadi teman kalian” ibu guru yang saat itu yang kutau  tentangnya hanya dia perempuan, tinggi semampai, berkerudung, sedikit ketus. “siahkan renung duduk” “baik bu”. Aku pindah sekolah, pindah ke luar kota. Sedikit terpencil dari kotanya. Saat itu juga aku berjanji hanya sekolah untuk lulus tak perlu jadi pusat perhatian, kalau bisa aku sendiri. Karna malu, aku tak punya apa – apa.
            Setiap hari aku pergi berangkat sekolah kemudian pulang, esoknya berangkat, lalu pulang sampai akhirnya aku lulus. Dan aku tak tau akan kemana, aku tak punya cukup uang untuk melanjutkan kuliah. Kuhidup saja numpang dengan saudara, ibuku hanya bekerja di sebuah pabrik kancing kecil, yang upahnya hanya bisa kami nikmati setiap hari sabtu makan soto ayam. Itu makanan mewah setiap minggu menurutku.
            Saudaraku hidupnya leih baik, terbukti mereka menghidupkanku dengan ibu. Tak pernah aku meminta hal yang muluk. Berprilaku tak santun. Kadang ku usapi dada ibuku saat ia menangis tersedu – sedu. Karena melakukan hal salah yang kecil, tapi sangat besar kelihatanya, karena kami orang tak punya memang akan selalu salah. Karena mereka yang menghidupkan kami, kadang tak melihat bahwa kami pun hidup punya rasa seperti mereka. Tapi kami hanya diam, karena kami tahu kami miskin.Terkadang aku ingin lari yang jauh, pergi dari kehidupanku. Tapi ibu selalu berkata “kamu anak yang kuat renung”
            Aku tak bisa menghentikan waktu, aku tumbuh semakin besar. Usiaku genap 20. Tubuhku berubah, sikapku berubah, sifatku berubah. Tapi aku yaa tetap aku. Hidup menuntutku dewasa, padahal tak kurasakan masa kecilku. Karena direnggut oleh hidup. Renung Maharani kini lebih mudah tersenyum, dikala hatinya tersakiti. Ada yang tak kusadari dari hidup, namaku. Mengapa namaku renung, mengapa ibu dan ayah membeikan nama itu. Apa mereka sudah mengetahui bagaimana hidupku kelak, yang penuh dengan renungan dari setiap permasalahan. Sering ku merenung, bukan tentang apa arti namaku. Renunganku jauh sampai pada batas yang tak dapat kukehendaki. Ku kaitkan benang satu dengan yang lainya dari permaslahan yang tak terungkap,dari perasaan yang meluap. Kusambungkan benang hingga menyerupai kain, namun taksempurna, tak dapat terungkap, tak dapat ku nikmati indahnya. Aku tak tahu mengapa hidup artinya ‘berat’ dalam kamusku. Apa aku istimewa dimata sang hidup. Atau hidup ingin mengajariku sesuatu yang belum kutahu hingga detik ini.
            Menjalani hidup, merenungkan hidup. Hanya itu yang bisa aku lalui kini. Kau memiliki pola yang sama, yang berulang, yang selalu muncul pada kesempatan yang sama namun ku hanya merenung. Masihkah hidup ingat akan diriku, dikala yang lain tak melakukanya. Aku ingin hidup, karena selama ini aku merasa mati dalam jasad yang hidup. Berikanku hidup meski namaku renung, tak lagi kubuat mrenung jika hidup membaik. Mungkin itu yang ingin hidup sampaikan padaku, jika hidupku mmbaik takan pernah aku merenung tentang hidup.

renung maharani oleh meiza rani purnama zeha
maret 2014




Efek Radiasi Pengion terhadap Jaringan Tubuh
Tubuh terdiri dari berbagai macam organ seperti hati, ginjal, paru dan lainnya. Setiap organ tubuh tersusun atas jaringan yang merupakan kumpulan sel yang mempunyai fungsi dan struktur yang sama. Sel sebagai unit fungsional terkecil dari tubuh dapat menjalankan fungsi hidup secara lengkap dan sempurna seperti pembelahan, pernafasan, pertumbuhan dan lainnya. Sel terdiri dari dua komponen utama, yaitu sitoplasma dan inti sel (nucleus). Sitoplasma mengandung sejumlah organel sel yang berfungsi mengatur berbagai fungsi metabolisme penting sel. Inti sel mengandung struktur biologic yang sangat kompleks yang disebut kromosom yang mempunyai peranan penting sebagai tempat penyimpanan semua informasi genetika yang berhubungan dengan keturunan atau karakteristik dasar manusia. Kromosom manusia yang berjumlah 23 pasang mengandung ribuan gen yang merupakan suatu rantai pendek dari DNA (Deooxyribonucleic acid) yang membawa suatu kode informasi tertentu dan spesifik.
Interaksi antara radiasi dengan sel hidup merupakan proses yang berlangsung secara bertahap. Proses ini diawali dengan tahap fisik dan diakhiri dengan tahap biologik. Ada empat tahapan interaksi, yaitu :
1. Tahap Fisik
Tahap Fisik berupa absorbsi energi radiasi pengion yang menyebabkan terjadinya eksitasi dan ionisasi pada molekul atau atom penyusun bahan biologi. Proses ini berlangsung sangat singkat dalam orde 10-16 detik. Karena sel sebagian besar (70%) tersusun atas air, maka ionisasi awal yang terjadi di dalam sel adalah terurainya molekul air menjadi ion positif H2O+ dan e- sebagai ion negatif. Proses ionisasi ini dapat ditulis dengan :
H2O + radiasi pengion  —>  H2O+ + e-
2. Tahap Fisikokimia
Tahap fisikokimia dimana atom atau molekul yang tereksitasi atau terionisasi mengalami reaksi-reaksi sehingga terbentuk radikal bebas yang tidak stabil. Tahap ini berlangsung dalam orde 10-6 detik. Karena sebagian besar tubuh manusia tersusun atas air, maka peranan air sangat besar dalam menentukan hasil akhir dalam tahap fisikokimia ini. Efek langsung radiasi pada molekul atau atom penyusun tubuh selain air hanya memberikan sumbangan yang kecil bagi akibat biologi akhir dibandingkan dengan efek tak langsungnya melalui media air tersebut. Ion-ion yang terbentuk pada tahap pertama interaksi akan beraksi dengan molekul air lainnya sehingga menghasilkan beberapa macam produk , diantaranya radikal bebas yang sangat reaktif dan toksik melalui radiolisis air, yaitu OH- dan H+. Reaksi kimia yang terjadi dalam tahap kedua interaksi ini adalah:
H2O+ —-> H+ OH-
H2O + e    –>    H2O-
H2O- –> OH+ H+
Radikal bebas OHdapat membentuk peroksida (H2O2 ) yang bersifat
oksidator kuat melalui reaksi berikut :
OH- + OH + —>  H2O2
3. Tahap Kimia Dan Biologi
Tahap kimia dan biologi yang berlangsung dalam beberapa detik dan ditandai dengan terjadinya reaksi antara radikal bebas dan peroksida dengan molekul organik sel serta inti sel yang terdiri atas kromosom. Reaksi ini akan menyebabkan terjadinya kerusakan-kerusakan terhadap molekul-molekul dalam sel. Jenis kerusakannya bergantung pada jenis molekul yang bereaksi. Jika reaksi itu terjadi dengan molekul protein, ikatan rantai panjang molekul akan putus sehingga protein rusak. Molekul yang putus ini menjadi terbuka dan dapat melakukan reaksi lainnya. Radikal bebas dan peroksida juga dapat merusak struktur biokimia molekul enzim sehingga fungsi enzim terganggu. Kromosom dan molekul DNA di dalamnya juga dapat dipengaruhi oleh radikal bebas dan peroksida sehingga terjadi mutasi genetik.
4. Tahap Biologis
Tahap biologis yang ditandai dengan terjadinya tanggapan biologis yang bervariasi bergantung pada molekul penting mana yang bereaksi dengan radikal bebas dan peroksida yang terjadi pada tahap ketiga. Proses ini berlangsung dalam orde beberapa puluh menit hingga beberapa puluh tahun, bergantung pada tingkat kerusakan sel yang terjadi. Beberapa akibat dapat muncul karena kerusakan sel, seperti kematian sel secara langsung, pembelahan sel terhambat atau tertunda serta terjadinya perubahan permanen pada sel anak setelah sel induknya membelah. Kerusakan yang terjadi dapat meluas dari skala seluler ke jaringan, organ dan dapat pula menyebabkan kematian.
Dilihat dari interaksi biologi tadi di atas, maka secara biologis efek radiasi dapat dibedakan atas :
1.  Berdasarkan jenis sel yang terkena paparan radiasi
Sel dalam tubuh manusia terdiri dari sel genetic dan sel somatic. Sel genetic adalah sel telur pada perempuan dan sel sperma pada laki-laki, sedangkan sel somatic adalah sel-sel lainnya yang ada dalam tubuh.
Berdasarkan jenis sel, maka efek radiasi dapat dibedakan atas :
  • Efek Genetik (non-somatik) atau efek pewarisan adalah efek yang dirasakan oleh keturunan dari individu yang terkena paparan radiasi.
  • Efek Somatik adalah efek radiasi yang dirasakan oleh individu yang terpapar radiasi. Waktu yang dibutuhkan sampai terlihatnya gejala efek somatik sangat bervariasi sehingga dapat dibedakan atas :
    • Efek segera adalah kerusakan yang secara klinik sudah dapat teramati pada individu dalam waktu singkat setelah individu tersebut terpapar radiasi, seperti epilasi (rontoknya rambut), eritema (memerahnya kulit), luka bakar dan penurunan jumlah sel darah. Kerusakan tersebut terlihat dalam waktu hari sampai mingguan pasca iradiasi.
    • Efek tertunda merupakan efek radiasi yang baru timbul setelah waktu yang lama (bulanan/tahunan) setelah terpapar radiasi, seperti katarak dan kanker.
2.  Berdasarkan dosis radiasi
Bila ditinjau dari dosis radiasi (untuk kepentingan proteksi radiasi), efek radiasi dibedakan atas efek stokastik danefek deterministic (non-stokastik).
i. Efek Stokastik adalah efek yang penyebab timbulnya merupakan fungsi dosis radiasi dan diperkirakan tidak mengenal dosis ambang. Efek ini terjadi sebagai akibat paparan radiasi dengan dosis yang menyebabkan terjadinya perubahan pada sel. Radiasi serendah apapun selalu terdapat kemungkinan untuk menimbulkan perubahan pada sistem biologik, baik pada tingkat molekul maupun sel. Dengan demikian radiasi dapat pula tidak membunuh sel tetapi mengubah sel,  sel yang mengalami modifikasi atau sel yang berubah ini mempunyai peluang untuk lolos dari sistem pertahanan tubuh yang berusaha untuk menghilangkan sel seperti ini. Semua akibat proses modifikasi atau transformasi sel ini disebut efek stokastik yang terjadi secara acak. Efek stokastik terjadi tanpa ada dosis ambang dan baru akan muncul setelah masa laten yang lama. Semakin besar dosis paparan, semakin besar peluang terjadinya efek stokastik, sedangkan tingkat keparahannya tidak ditentukan oleh jumlah dosis yang diterima. Bila sel yang mengalami perubahan adalah sel genetik, maka sifat-sifat sel yang baru tersebut akan diwariskan kepada turunannya sehingga timbul efek genetik atau pewarisan. Apabila sel ini adalah sel somatik maka sel-sel tersebut dalam jangka waktu yang relatif lama, ditambah dengan pengaruh dari bahan-bahan yang bersifat toksik lainnya, akan tumbuh dan berkembang menjadi jaringan ganas atau kanker.
Maka dari itu dapat disimpulkan ciri-ciri efek stokastik a.l :
  • Tidak mengenal dosis ambang
  • Timbul setelah melalui masa tenang yang lama
  • Keparahannya tidak bergantung pada dosis radiasi
  • Tidak ada penyembuhan spontan
  • Efek ini meliputi : kanker, leukemia (efek somatik), dan penyakit keturunan            (efek genetik).
ii. Efek Deterministik (non-stokastik) adalah efek yang kualitas keparahannya bervariasi menurut dosis dan hanya timbul bila dosis ambang dilampaui. Efek ini terjadi karena adanya proses kematian sel akibat paparan radiasi yang mengubah fungsi jaringan yang terkena radiasi. Efek ini dapat terjadi sebagai akibat dari paparan radiasi pada seluruh tubuh maupun lokal. Efek deterministik timbul bila dosis yang diterima di atas dosis ambang(threshold dose) dan umumnya timbul beberapa saat setelah terpapar radiasi. Tingkat keparahan efek deterministik akan meningkat bila dosis yang diterima lebih besar dari dosis ambang yang bervariasi bergantung pada jenis efek. Pada dosis lebih rendah dan mendekati dosis ambang, kemungkinan terjadinya efek deterministik dengan demikian adalah nol. Sedangkan di atas dosis ambang, peluang terjadinya efek ini menjadi 100%.
Adapun ciri-ciri efek non-stokastik a.l :
  • Mempunyai dosis ambang
  • Umumnya timbul beberapa saat setelah radiasi
  • Adanya penyembuhan spontan (tergantung keparahan)
  • Tingkat keparahan tergantung terhadap dosis radiasi
  • Efek ini meliputi : luka bakar, sterilitas / kemandulan, katarak (efek somatik)



MRI PAYUDARA

          
Magnetic resonance (MR) imaging  merupakan modal imaging yang paling sensitif untuk mendeteksi  lesi jaringan lunak , karena itu cocok untuk mengevaluasi lesi di payudara yang merupakan bagian dari jaringan lunak.
MRI Payudara bukan dimaksudkan untuk menggantikan mammografi maupun ultrasound, melainkan MRI bila  dinilai bersama sama dengan  mammography dan  ultrasonography, akan memberikan  informasi  yang sangat menunjang dalam mendeteksi keganasan payudara.
Berbeda dengan mammografi dan USG payudara, MRI payudara menawarkan tidak saja  informasi morfologi cross-sectional (axial,coronal dan sagital), tetapi juga pemeriksaan fungsional  :              
1.   tissue perfusi
2.   enhancement kinetics /      penyengatan  dinamik.  (curve enhancement  slope)
3.  MR spectroscopyà choline meningkat  pada carcinoma  payudara karena  merupakan tanda adanya proliferasi sel tumor.

Belum banyaknya pemeriksaan MRI payudara  disebabkan karena pemeriksaan ini  termasuk mahal  dan belum  popular atau belum ada kesadaran klinisi akan manfaat  MRI Payudara . Pemeriksaan MRI Payudara  membutuhkan kooperasi pasien yang baik  dan waktu pemeriksaan  yang lama dibandingkan mammografi dan USG. Pemeriksan ini juga harus menggunakan injeksi kontras GdDTPA sehingga tindakannya menjadi relatif invasive. Belum banyak rumah sakit yang memiliki MRI 1,5T  yang  dilengkapi dengan fasilitas breast MRI, mengakibatkan juga SDMnya kurang tersedia dengan baik. Adanya beberapa kendala yang menghambat penggunaan MRI seperti pace maker, post clips/stent yang baru dipasang dan  metal bersifat magnetic menjadikan seleksi pasien penting untuk  penggunaan MRI .
Untuk mendapatkan hasil imaging payudara yang baik, dibutuhkan type high performans dengan Tesla tinggi, minimum  1,5 Tesla (Tidak bisa dibuat pada  low field MR),  gradient strength  yang kuat  dan lapangan magnet yang Highly homogenous . Dibutuhkan dedicated breast surface coil yang dirancang khusus untuk  meletakkan payudara  dalam posisi prone didalam coil dengan tepat,  supaya tidak bergerak sewaktu pernafasan.

INDIKASI MRI payudara :
o     Lesi meragukan pada mammografi/USG
o     Metastasis kelenjar axilla dengan mammografi yang normal.
o     Papil discharged
o     Riwayat keluarga berisiko tinggi kanker payudara.
o     Konfirmasi lesi jinak atau ganas.
o     Followed up setelah  breast-conserving surgery( BCT) , mammografi sulit membedakan scar (jaringan parut) dengan  rekuren cancer.
o     Breast implant/silicon.

Persiapan pemeriksaan :
o     Harus ada  mammografi dan atau  USG .
o     Anamnesa riwayat keluarga.
o     Mengisi formulir untuk syarat MRI
o     Keluhan  pasien didengar, bila ada benjolan di palpasi , perhatikan lokasi serta konsistensi benjolan: padat,lunak, terfixir atau mobile.
o     Perhatikan kulit payudara, tanda tanda retraksi, penebalan kulit ,retraksi papilla mammae supaya di catat

Yang terpenting dalam melalukan MRI payudara adalah pemilihan potongan dan sequences yang dapat menghasilkan T1 dan T2WI untuk menilai lesi kistik atau padat serta  mnghasilkan fat supresi yang baik sehingga lesi dapat ditampilkan diantara lemak dan kelenjar fibroglanduler yang padat. Pemilihan parameter merupakan  tugas utama radiografer bersama sama dengan  ahli radiologi dengan tujuan menghasilkan imaging  payudara yang terbaik.
Penggunaan kontras GdDTPA merupakan kewajiban karena yang dicari adalah lesi yang enhanced/menyengat dan selalu untuk lesi yang menyengat dilakukan pengukuran slope enhancement curve untuk memperkirakan keganasan suatu lesi.  Diketahui bahwa sifat  sel sel tumor ganas  hampir selalu menunjukkan penyengatan  kontras yang cepat  masuk dan cepat keluar  karena banyaknya neovaskularisasi disekitar  sel  ganas ( rapid wash in  diikuti oleh  rapid wash out ) . Penyengatan kontras paling tinggi terjadi  pada fase awal  antara  90–120  detik pertama setelah penyuntikan kontras, setelah itu kontras akan menurun ,mendatar dan meningkat intensitasnya. Dikenal tiga type slope enhancement  curve : type I=kontinu meningkat, type II=mendatar/plateau dan type III=  menurun/wash-out. Secara statistic type II dan III mengarah pada keganasan.

Kesimpulan :
o     MRI Payudara merupakan salah satu   metode pilihan untuk membantu mendeteksi keganasan payudara.
o     Tidak  dimaksudkan untuk screening secara umum
o     Tidak untuk  menggantikan  mammografi dan USG
o     Digunakan  untuk problem-solving :
      1. mammografi atau USG  dicurigai lesi ganas.
2.  post breast conservation treatment (BCT) untuk mengevaluasi apakah   sudah bersih atau ada lesi residu/residif.
      3. Penderita berisiko tinggi
      4. Breast silicon/implant  


CT ABDOMEN

Kontras Oral pada Pemeriksaan CT Scan Abdomen

Pemeriksaan CT Scan Abdomen membutuhkan keadaan usus besar yang bersih agar gambaran usus dapat tervisualisasi dengan baik oleh karena itu pasien biasanya dipuasakan terlebih dahulu (Persiapan pasien pemeriksaan CT Abdomen terlampir).
Pada pemeriksaan Abdomen dibutuhkan adanya pembeda pada struktur gambaran organ pencernaan dari gambaran struktur lainnya seperti Lymph nodes, massa atau abses pada abdomen. Beberapa tipe kontras untuk organ cerna al:
- Barium suspensi (1% - 2%) missal EZ-CAT
- Campuran Air dan Kontras Yodium (2% - 4%) (water soluble agent) mis. 
Gastrografin, atau urografin (Untuk mengurangi rasa tidak enak, dapat dicampur dengan sirup,madu atau gula.
- Air minum saja sebagai kontras negatif
Waktu minum kontras tersebut sangat penting untuk memastikan kontras telah tersebar pada sistem saluran cerna. Oleh karena biasanya prosedur minum kontras diatur sbb :
Pemeriksaan CT Abdomen Atas :
Minimum 600 ml s/d 750 ml kontras dibagi 3 bagian/gelas (@ 200-250 ml)
- Gelas Pertama : diminum 30 menit sebelum pemeriksaan
- Gelas kedua : diminum 15 menit sebelum pemeriksaan
- Gelas ketiga : diminum 5 menit sebelum pemeriksaan
Pemeriksaan CT Abdomen-Pelvis
Minimum 800 ml s/d 1000 ml kontras dibagi 4 bagian/gelas (@ 200-250 ml)
- Gelas Pertama : diminum 1 jam sebelum pemeriksaan
- Gelas kedua s/d gelas ke 4 : diminum tiap 15 menit sesudahnya.
- Setelah gelas ke empat (terakhir) 5 menit kemudian pemeriksaan CT dapat dilakukan
Secara umum, untuk pemeriksaan CT Abdomen untuk melihat liver, Gallblader/kantung empedu (khususnya batu empedu), pancreas, usus halus, lesi pada ginjal dan untuk melihat sistem vascular (Arteriografi atau CT Angio) biasanya cukup digunakan Air saja sebagai kontras negatif.
Air lebih efektif untuk dapat menampilkan gambaran dari tepi dinding usus halus atau lambung lebih baik dan jelas dibandingkan menggunakan kontras positif (barium atau larutan kontras yodium) tambahan jika diperlukan evaluasi pada sistem vascular (CTAngio) akan lebih mudah untuk menampilkan gambaran vascular tersebut karena tidak ada superposisi antara barium dan kontras di arterinya.
Untuk kasus pasien dengan obstruksi colon, hanya air atau larutan kontras yang boleh diberikan, barium menjadi kontra indikasi.
Pada kasus pasien dengan pheochromocytoma, pemberian kontras intra vena dapat menyebabkan peningkatan hypertensi pasien.
Hal lain yang perlu diperhatikan untuk mendapatkan hasil optimal pada pemeriksaan CT scan Abdomen (type MPR dan VRT) selain kontras media adalah pengaturan parameter scan dan rekontruksi gambar seperti lebar kolimasi yang dipakai, recon increment dan ketebalan irisan yang dibuat.



Penggunaan Alat Ukur Radiasi

Berdasarkan kegunaannya, alat ukur radiasi dapat dibedakan menjadi
  •  alat ukur proteksi radiasi
  •  sistem pencacah dan spektroskopi
Alat ukur proteksi radiasi digunakan untuk kegiatan keselamatan kerja dengan radiasi, nilai yang ditampilkan dalam satuan dosis radiasi seperti Rontgent, rem, atau Sievert. Sedangkan sistem pencacah dan spektroskopi digunakan untuk melakukan pengukuran intensitas radiasi dan energi radiasi secara akurat. Sistem pencacah lebih banyak digunakan di fasilitas laboratorium.

Alat Ukur Proteksi Radiasi
Sebagai suatu ketentuan yang diatur dalam undang-undang bahwa setiap pengguna zat radioaktif atau sumber radiasi pengion lainnya harus memiliki alat ukur proteksi radiasi. Alat ukur proteksi radiasi dibedakan menjadi tiga
·          dosimeter perorangan
·          surveimeter
·          monitor kontaminasi.
Dosimeter perorangan digunakan untuk “mencatat” dosis radiasi yang telah mengenainya secara akumulasi dalam selang waktu tertentu, misalnya selama satu bulan. Contoh dosimeter perorangan adalah film badge, TLD dan dosimeter saku. Setiap pekerja radiasi diwajibkan menggunakan dosimeter perorangan.
Surveimeter digunakan untuk mengukur laju dosis (intensitas) radiasi secara langsung. Surveimeter mutlak diperlukan dalam setiap pekerjaan yang menggunakan zat radioaktif atau sumber radiasi pengion lainnya agar setiap pekerja mengetahui atau dapat memperkirakan dosis radiasi yang akan diterimanya setelah melaksanakan kegiatan tersebut. Surveimeter harus bersifat portabel, mudah dibawa dalam kegiatan survei radiasi di segala medan.

Monitor kontaminasi digunakan untuk mengukur tingkat kontaminasi zat radioaktif, baik di udara, di tempat kerja, maupun yang melekat di tangan, kaki atau badan pekerja. Peralatan ini mutlak diperlukan bagi fasilitas yang menggunakan zat radioaktif terbuka, misalnya untuk keperluan teknik perunut menggunakan zat radioaktif.

 Sistem Pencacah dan Spektroskopi
Sistem pencacah dan spektroskopi digunakan untuk aplikasi yang memanfaatkan zat radioaktif atau sumber radiasi pengion lainnya. Sebagai contoh aplikasi thickness gauging untuk mengukur tebal lapisan, level gauging untuk menentukan batas permukaan fluida, XRF untuk menentukan jenis dan kadar material, dan sebagainya.
Sistem pencacah digunakan untuk mengukur kuantitas (jumlah) radiasi yang mengenai detektor. Salah satu contoh penggunaan sistem pencacah adalah pada aplikasi pengukuran tebal kertas, sebagaimana gambar berikut.

Metode di atas dapat digunakan untuk pengukuran lapisan bahan yang lain, misalnya plastik atau bahkan lapisan logam. Tentu saja untuk setiap jenis bahan diperlukan pengaturan jenis sumber radiasi dan detektor yang berbeda.
 Sistem spektroskopi mempunyai prinsip yang sangat berbeda dengan pencacah karena alat ini mengukur energi dari setiap radiasi yang mengenai detektor. Hasil pengukuran alat ini berupa spektrum distribusi energi radiasi sebagaimana contoh pada gambar berikut.

Terlihat dari contoh spektrum di atas bahwa terdapat beberapa tingkat energi yang menghasilkan cacahan relatif lebih tinggi dari pada daerah lain. Posisi atau tingkat energu tersebut disebut sebagai puncak energi (energy peak).
Spektrum energi radiasi yang ditandai oleh puncak-puncak energinya merupakan karakteristik dari setiap unsur atau zat radioaktif. Sehingga jenis unsur atau isotop yang terkandung di dalam suatu bahan dapat ditentukan bila spektrum energinya dapat diukur.
Salah satu contoh aplikasi yang harus menggunakan sistem spektroskopi adalah penentuan jenis dan kadar unsur yang menerapkan metode XRF (X ray fluresence) dan metode NAA (neutron activation analysis).



Besaran yang Diukur
Radiasi merupakan suatu cara perambatan energi dari sumber energi ke lingkungannya tanpa membutuhkan medium atau bahan penghantar tertentu. Radiasi nuklir memiliki dua sifat yang khas:
·          tidak dapat dirasakan secara langsung dan
·          dapat menembus berbagai jenis bahan.
oleh karena itu untuk menentukan ada atau tidak adanya radiasi nuklir diperlukan suatu alat, yaitu pengukur radiasi, yang digunakan utuk mengukur kuantitas, energi, atau dosis radiasi.
http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_Radiasi/images/BD10297_.GIF  Kuantitas radiasi
adalah jumlah radiasi per satuan waktu per satuan luas, pada suatu titik pengukuran. Kuantitas radiasi ini berbanding lurus dengan aktivitas sumber dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak (r) antara sumber dan sistem pengukur.
http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_Radiasi/Dasar_01%20Materi_files/image002.gif
Gambar di atas menunjukkan bahwa jumlah radiasi yang mencapai titik pengukuran (kuantitas radiasi) merupakan hanya sebagian saja dari semua radiasi yang dipancarkan oleh sumber.
http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_Radiasi/images/BD10297_.GIF  Energi radiasi (E)
merupakan ‘kekuatan’ dari setiap radiasi yang dipancarkan oleh sumber radiasi. Bila sumber radiasi berupa radionuklida maka tingkat energi yang dipancarkan tergantung pada jenis radionuklidanya. Kalau sumber radiasinya berupa pesawat sinar-X, maka energi radiasinya bergantung pada tegangan anoda (kV). Tabel berikut menunjukkan contoh energi radiasi dari beberapa radionuklida.
Jenis radionuklida
Energi
Probabilitas
Cd-109
Cs-137
Co-60
88 keV
662keV
1173 keV dan 1332 keV
3,70%
85%
99% dan 100%

http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_Radiasi/images/BD10297_.GIF Dosis radiasi
Dosis radiasi sering diartikan sebagai jumlah energi radiasi yang diserap atau diterima oleh materi termasuk tubuh manusia. Nilai dosis sangat ditentukan oleh kuantitas  radiasi, jenis dan energi radiasi serta jenis materi yang dikenainya.
Dalam bidang proteksi radiasi nilai ini sangat penting karena berkaitan langsung dengan efek yang ditimbulkan radiasi pada tubuh manusia. Terdapat batasan nilai akumulasi dosis tahunan (NBD) yang diizinkan serta turunannya per jam yaitu:
·          50 mSv. per tahun atau
·          25 µSv. per jam

Mekanisme Pendeteksian Radiasi

Detektor radiasi bekerja dengan cara mengukur perubahan yang disebabkan oleh penyerapan energi radiasi oleh medium penyerap. Sebenarnya terdapat banyak mekanisme yang terjadi di dalam detektor tetapi yang sering digunakan adalah proses ionisasi dan proses sintilasi.

http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_Radiasi/images/BD10297_.GIF  Proses Ionisasi

Ionisasi adalah peristiwa lepasnya elektron dari ikatannya karena menyerap energi eksternal.  Peristiwa  ini  dapat  terjadi  secara langsung oleh radiasi alpha atau beta dan secara tidak langsung oleh radiasi sinar-X, gamma dan neutron.
http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_Radiasi/images/Ionisasi.gif
Jumlah elektron lepas ( N ) sebanding dengan jumlah energi yang terserap S E dibagi dengan daya ionisasi materi penyerap ( w ).
http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_Radiasi/Dasar_02%20Materi_files/image002.gif
Dalam proses ionisasi, energi radiasi diubah menjadi pelepasan sejumlah elektron (energi listrik). Bila terdapat medan listrik maka elektron akan bergerak menuju ke kutub positif sehingga dapat menginduksikan arus atau tegangan listrik. Semakin besar energi radiasinya maka arus atau tegangan listrik yang dihasilkannya juga semakin besar pula.

http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_Radiasi/images/BD10297_.GIF  Proses Sintilasi

Proses sintilasi adalah terpancarnya percikan cahaya ketika terjadi transisi elektron dari tingkat energi yang lebih tinggi ke tingkat energi yang lebih rendah di dalam detektor, bila terdapat kekosongan elektron pada orbit yang lebih dalam. Kekosongan tersebut dapat disebabkan oleh lepasnya elektron (proses ionisasi) atau loncatnya elektron ke lintasan yang lebih tinggi ketika dikenai radiasi (proses eksitasi).
http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_Radiasi/images/Eksitasi.GIF
Dalam proses sintilasi ini, energi radiasi diubah menjadi pancaran cahaya tampak. Semakin besar energi radiasi yang diserap maka semakin banyak percikan cahayanya.

Cara Pengukuran Radiasi

Terdapat dua cara pengukuran radiasi yaitu cara pulsa (pulse mode) dan cara arus (current mode). Sistem pengukur yang digunakan dalam kegiatan proteksi radiasi, seperti survaimeter dan monitor radiasi biasanya menerapkan cara arus (current mode) sedangkan dalam kegiatan aplikasi dan penelitian menerapkan cara pulsa (pulse mode).

http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_Radiasi/images/BD10297_.GIF  Cara pulsa

Setiap radiasi yang mengenai alat ukur akan dikonversikan menjadi sebuah pulsa listrik, baik dengan mekanisme ionisasi maupun sintilasi. Bila kuantitas radiasinya semakin tinggi maka jumlah pulsa listrik yang dihasilkannya semakin banyak. Sedangkan semakin besar energinya semakin tinggi pulsanya.
Informasi yang dihasilkan dengan cara pulsa adalah
·          jumlah pulsa (cacahan)
·          tinggi pulsa listrik.
Untuk meng "konversi" kan sebuah radiasi menjadi sebuah pulsa listrik dibutuhkan waktu tertentu, yang sangat dipengaruhi oleh jenis detektornya. Bila terdapat dua buah radiasi yang datang secara berurutan dengan selang waktu lebih cepat daripada waktu konversi detektor, maka radiasi yang terakhir tidak akan tercacah.
Tampilan sistem pengukur dengan cara pulsa biasanya berupa angka seperti gambar berikut.
 http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_Radiasi/images/counter.gif

http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_Radiasi/images/BD10297_.GIF  Cara Arus

Pada cara arus, radiasi yang memasuki detektor tidak dikonversikan menjadi pulsa listrik secara satu per satu, melainkan rata-rata dari akumulasinya dalam konstanta waktu tertentu dan dipresentasikan sebagai arus listrik. Semakin banyak kuantitas atau energi radiasi per satuan waktu yang memasuki detektor, akan semakin besar arusnya.
Karena proses konversi pada cara arus ini tidak dilakukan secara individual maka cara ini tidak dapat memberi informasi jumlah pulsa (cacahan) maupun tinggi setiap pulsa. Informasi yang dihasilkan cara pulsa ini adalah intensitas radiasi yang sebanding dengan perkalian jumlah pulsa dan tingginya.
Tampilan sistem pengukur dengan cara arus biasanya berupa jarum penunjuk seperti gambar berikut.
http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_Radiasi/images/survey.gif

Jenis Detektor Radiasi

Detektor merupakan suatu bahan yang peka terhadap radiasi, yang bila dikenai radiasi akan menghasilkan tanggapan mengikuti mekanisme yang telah dibahas sebelumnya. Perlu diperhatikan bahwa suatu bahan yang sensitif terhadap suatu jenis radiasi belum tentu sensitif terhadap jenis radiasi yang lain. Sebagai contoh, detektor radiasi gamma belum tentu dapat mendeteksi radiasi neutron.
Sebenarnya terdapat banyak jenis detektor, tetapi di sini hanya akan dibahas tiga jenis detektor yaitu, detektor isian gas, detektor sintilasi, dan detektor semikonduktor.

http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_Radiasi/images/BD10297_.GIF  Detektor Isian Gas

Detektor isian gas merupakan detektor yang paling sering digunakan untuk mengukur radiasi. Detektor ini terdiri dari dua elektroda, positif dan negatif, serta berisi gas di antara kedua elektrodanya. Elektroda positif disebut sebagai anoda, yang dihubungkan ke kutub listrik positif, sedangkan elektroda negatif disebut sebagai katoda, yang dihubungkan ke kutub negatif. Kebanyakan detektor ini berbentuk silinder dengan sumbu yang berfungsi sebagai anoda dan dinding silindernya sebagai katoda sebagaimana berikut.
http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_Radiasi/images/IsianGas.jpg
Radiasi yang memasuki detektor akan mengionisasi gas dan menghasilkan ion-ion positif dan ion-ion negatif (elektron). Jumlah ion yang akan dihasilkan tersebut sebanding dengan energi radiasi dan  berbanding terbalik dengan daya ionisasi gas. Daya ionisasi gas berkisar dari 25 eV s.d. 40 eV. Ion-ion yang dihasilkan di dalam detektor tersebut akan memberikan kontribusi terbentuknya pulsa listrik ataupun arus listrik.
http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_Radiasi/images/IonisasiGas.jpg
Ion-ion primer yang dihasilkan oleh radiasi akan bergerak menuju elektroda yang sesuai. Pergerakan ion-ion tersebut akan menimbulkan pulsa atau arus listrik. Pergerakan ion tersebut di atas dapat berlangsung bila di antara dua elektroda terdapat cukup medan listrik. Bila medan listriknya semakin tinggi maka energi kinetik ion-ion tersebut akan semakin besar sehingga mampu untuk mengadakan ionisasi lain.
http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_Radiasi/Dasar_04%20Materi_files/image002.gif
Ion-ion yang dihasilkan oleh ion primer disebut sebagai ion sekunder. Bila medan listrik di antara dua elektroda semakin tinggi maka jumlah ion yang dihasilkan oleh sebuah radiasi akan sangat banyak dan disebut proses ‘avalanche’.
Terdapat tiga jenis detektor isian gas yang bekerja pada daerah yang berbeda yaitu detektor kamar ionisasi, detektor proporsional, dan detektor Geiger Mueller (GM).
http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_Radiasi/images/BD10266_.GIF  Detektor Kamar Ionisasi (ionization chamber)
Sebagaimana terlihat pada kurva karakteristik gas di atas, jumlah ion yang dihasilkan di daerah ini relatif sedikit sehingga tinggi pulsanya, bila menerapkan pengukuran model pulsa, sangat rendah. Oleh karena itu, biasanya, pengukuran yang menggunakan detektor ionisasi menerapkan cara arus. Bila akan menggunakan detektor ini dengan cara pulsa maka dibutuhkan penguat pulsa yang sangat baik. Keuntungan detektor ini adalah dapat membedakan energi yang memasukinya dan tegangan kerja yang dibutuhkan tidak terlalu tinggi. 
http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_Radiasi/images/BD10266_.GIF  Detektor Proporsional
Dibandingkan dengan daerah ionisasi di atas, jumlah ion yang dihasilkan di daerah proporsional ini lebih banyak sehingga tinggi pulsanya akan lebih tinggi. Detektor ini lebih sering digunakan untuk pengukuran dengan cara pulsa.
Terlihat pada kurva karakteristik di atas bahwa jumlah ion  yang dihasilkan sebanding dengan energi radiasi, sehingga detektor ini dapat membedakan energi radiasi. Akan tetapi, yang merupakan suatu kerugian, jumlah ion atau tinggi pulsa yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh tegangan kerja dan daya tegangan untuk detektor ini harus sangat stabil. 
http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_Radiasi/images/BD10266_.GIF  Detektor Geiger Mueller (GM)
Jumlah ion yang dihasilkan di daerah ini sangat banyak, mencapai nilai saturasinya, sehingga pulsanya relatif tinggi dan tidak memerlukan penguat pulsa lagi. Kerugian utama dari detektor ini ialah tidak dapat membedakan energi radiasi yang memasukinya, karena berapapun energinya jumlah ion yang dihasilkannya sama dengan nilai saturasinya. Detektor ini merupakan detektor yang paling sering digunakan, karena dari segi elektonik sangat sederhana, tidak perlu menggunakan rangkaian penguat. Sebagian besar peralatan ukur proteksi radiasi, yang harus bersifat portabel, terbuat dari detektor Geiger Mueller.

http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_Radiasi/images/BD10297_.GIF  Detektor Sintilasi

Detektor sintilasi selalu terdiri dari dua bagian yaitu bahan sintilator dan photomultiplier. Bahan sintilator merupakan suatu bahan  padat, cair maupun gas, yang akan menghasilkan percikan cahaya bila dikenai radiasi pengion. Photomultiplier digunakan untuk mengubah percikan cahaya yang dihasilkan bahan sintilator menjadi pulsa listrik. Mekanisme pendeteksian radiasi pada detektor sintilasi dapat dibagi menjadi dua tahap yaitu :
*    proses pengubahan radiasi yang mengenai detektor menjadi percikan cahaya di dalam bahan sintilator dan
*    proses pengubahan percikan cahaya menjadi pulsa listrik di dalam tabung photomultiplier
     http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_Radiasi/images/BD10266_.GIF  Bahan Sintilator
Proses sintilasi pada bahan ini dapat dijelaskan dengan Gambar 4. Di dalam kristal bahan sintilator terdapat pita-pita atau daerah yang dinamakan sebagai pita valensi dan pita konduksi yang dipisahkan dengan tingkat energi tertentu. Pada keadaan dasar, ground state, seluruh elektron berada di pita valensi sedangkan di pita konduksi kosong. Ketika terdapat radiasi yang memasuki kristal, terdapat kemungkinan bahwa energinya akan terserap oleh beberapa elektron di pita valensi, sehingga dapat meloncat ke pita konduksi. Beberapa saat kemudian elektron-elektron tersebut akan kembali ke pita valensi melalui pita energi bahan aktivator sambil memancarkan percikan cahaya.
http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_Radiasi/Dasar_04%20Materi_files/image004.gif
Jumlah percikan cahaya sebanding dengan energi radiasi diserap dan dipengaruhi oleh jenis bahan sintilatornya. Semakin besar energinya semakin banyak percikan cahayanya. Percikan-percikan cahaya ini kemudian ‘ditangkap’ oleh photomultiplier.
 Berikut ini adalah beberapa contoh bahan sintilator yang sering digunakan sebagai detektor radiasi.
http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_Radiasi/images/BD14565_.GIFKristal NaI(Tl)
http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_Radiasi/images/BD14565_.GIFKristal ZnS(Ag)
http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_Radiasi/images/BD14565_.GIFKristal LiI(Eu)
http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_Radiasi/images/BD14565_.GIFSintilator Organik
     http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_Radiasi/images/BD10266_.GIF  Sintilator Cair (Liquid Scintillation)
Detektor ini sangat spesial dibandingkan dengan jenis detektor yang lain karena berwujud cair. Sampel radioaktif yang akan diukur dilarutkan dahulu ke dalam sintilator cair ini sehingga sampel dan detektor menjadi satu kesatuan larutan yang homogen. Secara geometri pengukuran ini dapat mencapai efisiensi 100 % karena semua radiasi yang dipancarkan sumber akan “ditangkap” oleh detektor. Metode ini sangat diperlukan untuk mengukur sampel yang memancar­kan radiasi b berenergi rendah seperti tritium dan C14.
http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_Radiasi/Dasar_04%20Materi_files/image006.jpg
Masalah yang harus diperhatikan pada metode ini adalah quenching yaitu berkurangnya sifat transparan dari larutan (sintilator cair) karena mendapat campuran sampel. Semakin pekat konsentrasi sampel maka akan semakin buruk tingkat transparansinya sehingga percikan cahaya yang dihasilkan tidak dapat mencapai photomultiplier
http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_Radiasi/images/BD10266_.GIF  Tabung Photomultiplier
Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, setiap detektor sintilasi terdiri atas dua bagian yaitu bahan sintilator dan tabung photomultiplier. Bila bahan sintilator berfungsi untuk mengubah energi radiasi menjadi percikan cahaya maka tabung photomultiplier ini berfungsi untuk mengubah percikan cahaya tersebut menjadi berkas elektron, sehingga dapat diolah lebih lanjut sebagai pulsa / arus listrik.
Tabung photomultiplier terbuat dari tabung hampa yang kedap cahaya dengan photokatoda yang berfungsi sebagai masukan pada salah satu ujungnya dan terdapat beberapa dinode untuk menggandakan elektron seperti terdapat pada gambar 5. Photokatoda yang ditempelkan pada bahan sintilator, akan memancarkan elektron bila dikenai cahaya dengan panjang gelombang yang sesuai. Elektron yang dihasilkannya akan diarahkan, dengan perbedaan potensial, menuju dinode pertama. Dinode tersebut akan memancarkan beberapa elektron sekunder bila dikenai oleh elektron.
http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_Radiasi/Dasar_04%20Materi_files/image008.gif
Elektron-elektron sekunder yang dihasilkan dinode pertama akan menuju dinode kedua dan dilipatgandakan kemudian ke dinode ketiga dan seterusnya sehingga elektron yang terkumpul pada dinode terakhir berjumlah sangat banyak. Dengan sebuah kapasitor kumpulan elektron tersebut akan diubah menjadi pulsa listrik.

http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_Radiasi/images/BD10297_.GIF  Detektor Semikonduktor
Bahan semikonduktor, yang diketemukan relatif lebih baru daripada dua jenis detektor di atas, terbuat dari unsur golongan IV pada tabel periodik yaitu silikon atau germanium. Detektor ini mempunyai beberapa keunggulan yaitu lebih effisien dibandingkan dengan detektor isian gas, karena terbuat dari zat padat, serta mempunyai resolusi yang lebih baik daripada detektor sintilasi.
http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_Radiasi/Dasar_04%20Materi_files/image010.gif
Pada dasarnya, bahan isolator dan bahan semikonduktor tidak dapat meneruskan arus listrik. Hal ini disebabkan semua elektronnya  berada di pita valensi sedangkan di pita konduksi kosong. Perbedaan tingkat energi antara pita valensi dan pita konduksi di bahan isolator sangat besar sehingga tidak memungkinkan elektron untuk berpindah ke pita konduksi ( > 5 eV ) seperti terlihat di atas. Sebaliknya, perbedaan tersebut relatif kecil pada bahan semikonduktor ( < 3 eV ) sehingga memungkinkan elektron untuk meloncat ke pita konduksi bila mendapat tambahan energi.
Energi radiasi yang memasuki bahan semikonduktor akan diserap oleh bahan sehingga beberapa elektronnya dapat berpindah dari pita valensi ke pita konduksi. Bila di antara kedua ujung bahan semikonduktor tersebut terdapat beda potensial maka akan terjadi aliran arus listrik. Jadi pada detektor ini, energi radiasi diubah menjadi energi listrik.
http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_Radiasi/images/Semikonduktor.gif
Sambungan semikonduktor dibuat dengan menyambungkan semikonduktor tipe N dengan tipe P (PN junction). Kutub positif dari tegangan listrik eksternal dihubungkan ke tipe N sedangkan kutub negatifnya ke tipe P seperti terlihat pada Gambar 7. Hal ini menyebabkan pembawa muatan positif akan tertarik ke atas (kutub negatif) sedangkan pembawa muatan negatif akan tertarik ke bawah (kutub positif), sehingga terbentuk (depletion layer)  lapisan kosong muatan pada sambungan PN. Dengan adanya lapisan kosong muatan ini maka tidak akan terjadi arus listrik. Bila ada radiasi pengion yang memasuki lapisan kosong muatan ini maka akan terbentuk ion-ion baru, elektron dan hole, yang akan bergerak ke kutub-kutub positif dan negatif. Tambahan elektron dan hole inilah yang akan menyebabkan terbentuknya pulsa atau arus listrik.
Oleh karena daya atau energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan ion-ion ini lebih rendah dibandingkan dengan proses ionisasi di gas, maka jumlah ion yang dihasilkan oleh energi yang sama akan lebih banyak. Hal inilah yang menyebabkan detektor semikonduktor sangat teliti dalam membedakan energi radiasi yang mengenainya atau disebut mempunyai resolusi tinggi. Sebagai gambaran, detektor sintilasi untuk radiasi gamma biasanya mempunyai resolusi sebesar 50 keV, artinya, detektor ini dapat membedakan energi dari dua buah radiasi yang memasukinya bila kedua radiasi tersebut mempunyai perbedaan energi lebih besar daripada 50 keV. Sedang detektor semikonduktor untuk radiasi gamma biasanya mempunyai resolusi 2 keV. Jadi terlihat bahwa detektor semikonduktor jauh lebih teliti untuk membedakan energi radiasi.
Sebenarnya, kemampuan untuk membedakan energi tidak terlalu diperlukan dalam pemakaian di lapangan, misalnya untuk melakukan survai radiasi. Akan tetapi untuk keperluan lain, misalnya untuk menentukan jenis radionuklida atau untuk menentukan jenis dan kadar bahan, kemampuan ini mutlak diperlukan.
Kelemahan dari detektor semikonduktor adalah harganya lebih mahal, pemakaiannya harus sangat hati-hati karena mudah rusak dan beberapa jenis detektor semikonduktor harus didinginkan pada temperatur Nitrogen cair sehingga memerlukan dewar yang berukuran cukup besar.

http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_Radiasi/images/BD10297_.GIF  Keunggulan - Kelemahan Detektor

Dari pembahasan di atas terlihat bahwa setiap radiasi akan diubah menjadi sebuah pulsa listrik dengan ketinggian yang sebanding dengan energi radiasinya. Hal tersebut merupakan fenomena yang sangat ideal karena pada kenyataannya tidaklah demikian. Terdapat beberapa karakteristik detektor yang membedakan satu jenis detektor dengan lainnya yaitu efisiensi, kecepatan dan resolusi.
Efisiensi detektor adalah suatu nilai yang menunjukkan perbandingan antara jumlah pulsa listrik yang dihasilkan detektor terhadap jumlah radiasi yang diterimanya. Nilai efisiensi detektor sangat ditentukan oleh bentuk geometri dan densitas bahan detektor. Bentuk geometri sangat menentukan jumlah radiasi yang dapat 'ditangkap' sehingga semakin luas permukaan detektor, efisiensinya semakin tinggi. Sedangkan densitas bahan  detektor mempengaruhi jumlah radiasi yang dapat berinteraksi sehingga menghasilkan sinyal listrik. Bahan detektor yang mempunyai densitas lebih rapat akan mempunyai efisiensi yang lebih tinggi karena semakin banyak radiasi yang berinteraksi dengan bahan.
Kecepatan detektor menunjukkan selang waktu antara datangnya radiasi dan terbentuknya pulsa listrik. Kecepatan detektor berinteraksi dengan radiasi juga sangat mempengaruhi pengukuran karena bila respon detektor tidak cukup cepat sedangkan intensitas radiasinya sangat tinggi maka akan banyak radiasi yang tidak terukur meskipun sudah mengenai detektor.
Resolusi detektor adalah kemampuan detektor untuk membedakan energi radiasi yang berdekatan. Suatu detektor diharapkan mempunyai resolusi yang sangat kecil (high resolution) sehingga dapat membedakan energi radiasi secara teliti. Resolusi detektor disebabkan oleh peristiwa statistik yang terjadi dalam proses pengubahan energi radiasi, noise dari rangkaian elektronik, serta ketidak-stabilan kondisi pengukuran.
Aspek lain yang juga menjadi pertimbangan adalah konstruksi detektor karena semakin rumit konstruksi atau desainnya maka detektor tersebut akan semakin mudah rusak dan biasanya juga semakin mahal.
Tabel berikut menunjukkan karakteristik beberapa jenis detektor secara umum berdasarkan beberapa pertimbangan di atas.
http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_Radiasi/Dasar_04%20Materi_files/image012.gif
Pemilihan detektor harus mempertimbangkan spesifikasi keunggulan dan kelemahan sebagaimana tabel di atas. Sebagai contoh, detektor yang digunakan pada alat ukur portabel (mudah dibawa) sebaiknya adalah detektor isian gas, detektor yang digunakan pada alat ukur untuk radiasi alam (intensitas sangat rendah) sebaiknya adalah detektor sintilasi, sedangkan detektor pada sistem spektroskopi untuk menganalisis bahan sebaiknya detektor semikonduktor.
I.    Pendahuluan.
Setelah mengetahui  sifat-sifat, jenis serta bagaimana cara kerja radiasi, maka dapat disimpulkan bahwa  radiasi itu tidak dapat dilihat, dirasakan, ditangkap. hanya dengan peralatan tertentu radiasi dapat diketahui atau dideteksi. Alat pendeteksi  radiasi itu disebut detektor. Untuk mengetahui  besaran-besaran dari radiasi diatas, detektor dirangkaikan dengan peralatan elektronik sehingga keseluruhan peralatan dapat juga disebut alat ukur. Satuan-satuan yang diukur adalah, laju paparan/ laju dosis, dosis total, radioaktivitas. Alat ukur dibagi menjadi dua:

1.    Alat Ukur Pasif.
Alat ukur yang mana pembacaan hasil pengukurannya tidak dapat dibaca langsung melainkan harus melalui proses terlebih dahulu. Contoh: Film badge,  TLD badge.

2.    Alat Ukur Aktif.
Alat ukur yang dapat menunjukkan secara langsung hasil pengukuran radiasi yang diterima. Contoh: survey meter, dosimeter saku.
Berdasarkan fungsinya alat ukur radiasi juga dibedakan menjadi 
dua yaitu:
a.    Pemonitor Perorangan.
Pemonitor perorangan adalah suatu alat yang digunakan untuk mendeteksi radiasi yang diterima oleh tubuh manusia. Alat yang digunakan disini  dapat berupa alat ukur pasif dan juga alat ukur aktif. Pada prinsipnya  jumlah radiasi yang diterima oleh alat tersebut identik dengan jumlah radiasi yang diterima oleh tubuh manusia.
b.    Pemonitor Lingkungan.
Prinsip dasar kerja alat ukur lingkungan ini adalah adanya proses ionisasi, eksistasi dan sintilasi di detektor dan hasil proses  tersebut dirubah menjadi pulsa-pulsa listrik yang diteruskan ke alat baca (elektronik). Reaksi-reaksi yang terjadi apabila seberkas sinar (alpa, beta, gamma, atau X)  berinteraksi dengan  medium didalam detektor.
Berkas radiasi bila melalui suatu medium ia akan kehilangan sebagian atau seluruhnya  energinya melalui proses ionisasi dan eksitasi. Penyerapan energi tersebut diatas mempunyai hubungan linier dengan banyaknya partikel-partikel yang datang dan prinsip inilah yang digunakan dalam semua instrumentasi nuklir. Intrumentasi didalam fisika kesehatan harus dapat melayani berbagai macam kegunaan, misalnya mengukur partikel,  mengukur dosis akumulasi, mengukur laju dosis, energi rendah, energi tinggi,  pengukuran tanpa adanya pengaruh energi. Prinsip kerja dari alat ukur adalah radiasi berinteraksi dengan detektor dan response yang  ditimbulkannya sebanding dengan efek radiasi yang datang.
       











Tabel Efek Radiasi Yang Dipergunakan Dalam Mendeteksi dan Mngukur Radiasi.


EFEK

TIPE INSTRUMEN

DETEKTOR

Elektris




Kimiawi


Cahaya


Thermoluminescence


Panas

1. Bilik Ionisasi
2.Penghitung Proporsional
3. Penghitung Geiger
4. Solid State

1. Film
2. Dosimeter Kimiawi

1. Penghitung Skintilasi
2. Penghitung Cerenkov

Thermoluminescence
Dosimeter.

Kalorimeter

1. Gas.
2. Gas
3. Gas
4. Semikonduktor

1. Emulsi Fotografi
2. Padat atau  Cair.

1. Kristal atau cair
2. Kristal atau cair

Kristal


Padat atau cair


II.        DETEKTOR
a.    Penghitung Partikel Berisi Gas.
Apabila detektor yang berisi gas terkena radiasi maka akan terjadi proses ionisasi gas dalam detektor tersebut. Jika konstanta waktu RC jauh lebih besar dari waktu yang diperlukan untuk mengumpulkan semua ion yang dihasilkan oleh lintasan partikel tunggal yang melalui detektor maka tinggi pulsa dapat dihitung dengan rumus : V  = Q/C ;  dimana:
·     V              potensial
·     Q              jumlah muatan yang dihasilkan dalam detektor
·     C              Kapasitas.
 
1.    Penghitung Bilik Ionisasi (Ionization Chamber Counter)
Ionization chamber ialah ruangan yang tertutup yang berisi gas  dimana ionisasi yang terjadi oleh radiasi dapat dikumpulkan dan diukur. Medan listrik didalam ruangan sensitif menarik elektron-elektron  bebas dan ion-ion positip ke elektroda-elektroda  yang berbeda dan muatan total atau arusnya dapat diukur.    Seperti proses ionisasi  diatas maka di dalam detektor akan terbentuk ion-ion positif yang akan dikumpulkan oleh katoda di bagian dinding detektor dan ion-ion negatif atau elektron  yang akan dikumpulkan oleh anoda.
Apabila variable High Voltage Power Supply kita hidupkan mulai dari (0) maka terbentuk suatu daerah tegangan operasi yang kita namakan daerah bilik Ionisasi (Ionization chamber Region) dimana tegangan operasi disini dapat dinyatakan relatif rendah, tetapi sudah cukup untuk menarik elektron-elektron  yang terbentuk dari  proses ionisasi  ke anoda sebelum elektron-elektron tersebut kembali bergabung  dengan ion positif untuk membentuk  atom netral.
Pergerakan elektron menuju anoda yang dikarenakan perbedaan tegangan antara anoda dan katoda tidak memungkinkan untuk menghasilkan proses ionisasi sekunder. Jadi jumlah elektron yang terkumpul pada anoda merupakan proses ionisasi primer sehingga tinggi pulsa yang terbentuk akan sebanding dengan jumlah ion primer yang dihasilkan pada proses ionisasi primer atau dengan kata lain faktor penguatan gas pada detektor ini sama dengan satu.
Dalam membuat ionization chamber maka pengaruh dinding - dindingnya adalah sangat penting dan harus diketahui betul karakternya. Jika material dari dinding ionization chamber mempunyai komposisi atom yang sama dengan komposisi gas didalamnyamaka ionization chamber dikatakan homogen.
Jenis dinding lain yang sering dipergunakan juga ialah dinding plastik yang mempunyai komposisi atomik seperti komposisi atomik jaringan-jaringan tubuh manusia dan diisi dengan gas yang mempunyai komposisi atomik yang sama, ini disebut tissue equivalent ionization chamber. Lihat gambar yang menunjukkan tegangan kerja dari ionization chamber.
Kelemahan untuk mengoperasikan ionization chamber adalah pulsa yang terlalu kecil dan memerlukan penguatan yang besar serta sensitivitas masukan yang tinggi pada pencacah karena jumlah total dari arus atau muatan total merupakan parameter yang diukur. Karena satuan roentgen didefinisikan dalam udara maka alat ini dapat dipakai untuk mengukur dosis radiasi. Dalam digunakan untuk mengukur radiasi Alpha, Beta  dan Gamma.
bilik ionisasi                    Proporsional            Geiger
Text Box: Tinggi Pulsa                              



















                             Tegangan kerja                                         
Kurva Tinggi pulsa  vs tegangan kerja pada penghitung pulsa berisi gas.

2.    Penghitung Proporsional (Proporsional Counter).
Kelemahan pada sistim pengoperasian Bilik Ionisasi adalah keluaran yang dihasilkan pada proses detektor yang relatif lemah sehingga membutuhkan Amplifikasi/ penguatan yang besar atau tingkat kepekaan masukan yang tinggi dalam sistim penghitung. Untuk mengatasi hal ini maka sistim Bilik Ionisasi dioperasikan sebagai penghitung proporsional yaitu dengan menaikkan daerah tegangan kerja dari Bilik Ionisasi.
Elektron-elektron primer yang terbentuk dari hasil proses ionisasi dalam detektor yang dioperasikan pada daerah tegangan kerja proporsional yang tertarik ke elektroda positif dan negatif akan mengakibatkan proses ionisasi sekunder sehingga faktor amplifikasi akan menjadi lebih besar dari satu yang dikarenakan bertambahnya ion sekunder atau dengan kata lain terjadi  multiplikasi gas dalam detektor yang kita kenal dengan nama “Avalance”.
Semakin besar tegangan kerja kita naikan maka akan makin besar juga  “avalancehe”nya melalui penyebaran di sepanjang anoda.  Selain tegangan tinggi dan detektor, amplifikasi juga tergantung pada diameter anoda. Diameter anoda mengecil, amplifikasi akan membesar dan juga tergantung pada tekanan gas dalam detektor.
Secara teoritias detektor yang sama  dapat digunakan sebagai ionization counter, proportional atau geiger counter yang hanya  berbeda pada tegangan kerja, tetapi pada kenyataannya dan karena alasan ekonomis dan praktis maka dibuat alat ukur untuk masing-masing counter.  Proportional counter dapat dipergunakan untuk  membedakan  energi partikel yang datang. Dapat digunakan untuk mengukur radiasi Alpha dan Beta.
   
3.       Penghitung Geiger (Geiger Counter)
Dengan menaikkan terus tegangan tinggi sampai melewati tegangan daerah proporsional sehingga mengakibatkan “avalanche” merentang sepanjang anoda. Bilamana hal ini terjadi maka daerah tegangan kerja disebut daerah GEIGER.
Pada daerah tegangan kerja ini semua ukuran pulsa akan sama tanpa membedakan sifat dari partikel penyebab proses ionisasi primer maka operasi pada daerah ini tidak dapat membedakan macam radiasi dan tidak dapat untuk mengukur energi.
Efisiensi dari detektor ini tentu tergantung pada energi dari partikel sehingga tiap pemakai detektor counter ini harus menentukan effisiensi dari detektor tersebut untuk berbagai energi sehingga hasil pengukuran dapat diberi interpretasi yang tepat.
Apabila dilihat pada grafik antara angka hitungan/  cacah vs tegangan kerja akan terjadi Plateau dengan kemiringan slope yang positif yaitu 3 % per 100 volt.
Setelah ion-ion negatif (elektron) ditarik ke anoda maka ion-ion positif ditarik ke katoda. Pada waktu ion-ion positif ditarik ke katoda ion-ion tersebut menumbuk dinding detektor sambil sebagian melepaskan energi dalam bentuk panas dan sebagian lagi mengaktifkan atom-atom dari dinding detektor.
Pada saat atom-atom dari dinding detektor kembali ke keadaan normal, atom-atom tersebut melepaskan energi pengaktifannya dengan memancarkan faton-faton ultra violet dan terjadi interaksi antara faton-faton ultra violet dengan gas sehingga kemungkinan akan menimbulkan suatu avalanche dan dengan demikian juga akan menimbulkan suatu “Spurious Count” (hitungan/ cacahan lancung). Hitungan semacam ini dalam sistim tersebut harus diredam/ dihilangkan dan sistim peredaman yang disebut “QUENCHING” . Hal ini dapat dilakukan dengan cara menurunkan tegangan pada anoda setelah suatu pulsa hingga semua ion-ion positif terkumpul pada katoda atau secara kimiawi dengan menggunakan gas peredam diri yaitu suatu gas yang dapat menyerap faton-faton ultra violet tanpa terjadi ionisasi misalnya dengan memasukkan gas organik seperti alkohol atau ether.
Apabila ada dua buah partikel masuk dalam suatu perhitungan dengan keberuntunan yang sangat cepat maka avalanche ion-ion dari partikel pertama melumpuhkan sistim penghitung sehingga sistim penghitung  tidak dapat memberikan respon pada saat partikel kedua masuk. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan suatu sistim yang disebut waktu pisah (Resolving Time).
Pergerakan ion-ion  negatif menuju anoda sangat sepat dibanding ion-ion positif menuju ke katoda sehingga suatu saat memungkinkan ion-ion positif membentuk suatu selubung di sekitar anoda yang mengakibatkan penurunan intensitas medan listrik disekitar anoda. Hal ini juga akan mengakibatkan  penurunan avalanche oleh partikel penyebab ionisasi.
Apabila ion-ion positif selanjutnya bergerak menuju ke katoda maka intensitas medan listrik disekitar anoda akan meningkatkan kembali  hingga ketitik seperti dimana avalanche lainnya dapat dimulai kembali. Waktu yang diperlukan untuk mencapai intensitas medan listrik ini disebut  “Dead Time” (waktu mati).



b.    Penghitung Skintilasi.
Detektor Skintilasi merupakan suatu transduser yang merubah energi kinetik dari suatu partikel  penimbul ionisasi menjadi suatu kilatan cahaya.  Kilatan-kilatan cahaya yang terbentuk dapat diamati secara elektronis dengan menggunakan tabung-tabung foto multiplier dimana pulsa-pulsa keluarannya dapat diperkuat,diperbanyak, disortir menurut ukuran dan dihitung.
Detektor skintilasi adalah detektor yang sangat baik untuk mencari spektrum dari suatu sumber radioaktif, karena  pulsa-pulsa yang dihasilkan, berbanding lurus dengan energi partikel mula-mula.  Skintilasi banyak dipergunakan untuk mencacah radiasi gamma dan beta.

        Tebel bahan-bahan scintilasi:

BAHAN

DENSITAS
PANJANG GELOMBANG
DARI EMISI MAKSIMUM (A)
TINGGI
 PULSA
RELATIF
WAKTU PELURUHAN
(DETIK)
Na (TI)
CsI (TI)
KI (TI)
Anthracene
Trans-Stilene
Pastik
Cairan (Toluene)
P-Terphenyl
3,67
4,51
3,13
1,25
1,16
-
-
1,23
4100
Biru
4100
4400
4100
3550 - 4500
3550 - 4500
4000
210
55
50
100
60
28 - 48
27 - 49
40
0,25
1,1
1,0
0,032
0,0064
0,003 - 0,005
0,002 - 0,008
0,005


c.      Derektor Semikonduktor.
Detektor semikonduktor  bertindak sebagai suatu bilik ionisasi padat. Partikel penimbul ionisasi seperti Alpha, Beta dan yang lainnya berinteraksi dengan atom-atom dalam volume sensitif dari detektor untuk menghasilkan elektron-elektron melalui ionisasi. Pengumpulan ion-ion ini menghasilkan suatu pulsa keluaran. Bahan semikonduktor yang biasa digunakan adalah silikon dan germanium.

III. MONITOR PERORANGAN
a.    Dosimeter Saku.
Suatu alat yang dipergunakan untuk mengukur dosis radiasi yang berdasarkan atas prinsip respons dari instrumen sebanding dengan energi radiasi yang diserap oleh instrumen tersebut. Biasanya menggunakan satuan mRem atau mSv. Alat ini terdiri dari bilik ionisasi dinding udara yang dilengkapi dengan suatu alat yang bekerja berdasarkan prinsip elektroskop dimana satu bagian lengannya tetap dan satu bagian lainnya dapat bergerak bebas pada skala yang telah disiapkan pada dosimeter tersebut.
Apabila dosimeter saku “change” ini berarti kita memberi muatan positif kutub  alat elektroskop sehingga kedua  lengan tadi akan saling tolak menolak sampai lengan yang dapat bergerak bebas tadi menuju angka nol atau kalau kita lihat pada dosimeter berarti jarum menunjukkan angka nol.
Gas dalam bilik ionisasi pada dosimeter saku apabila terkena radiasi akan mengakibatkan ionisasi sehingga terjadi ion-ion positif dan negatif dalam bilik ionisasi tersebut. Ion-ion positif akan tertarik ke dinding dosimeter sedangkan ion negatif akan tertarik ke kutub dari alat elektroskop dan menetralkan/ menurunkan muatan yang ada sehingga daya tolak kedua lengan dari alat elektroskop tersebut juga semakin lemah.  Dengan melemahnya daya tolak kedua lengan tersebut berarti lengan yang dapat bergerak bebas akan bergeser. Pergeseran ini dalam skala pada dosimeter akan terlihat bergeser ke arah angka maksimum. Besarnya pergeseran pada skala dosimeter ini sebanding dengan muatan negatif yang tertarik ke kutub alat elektroskop atau dengan kata lain sebanding dengan energi radiasi yang diberikan pada proses ionisasi.

b.    Film Badge.
Suatu alat yang lazim dipergunakan sebagai personel monitoring yang terdiri dari sebuah paket yang berisi dua lempeng film dental ( untuk sinar-x atau gamma) atau tiga buah lempeng  film dental (untuk sinar - x  dan gamma, netron) yang dibungkus dalam suatu kertas kedap sinar dan dikenakan dalam suatu wadah plastik atau logam yang sesuai. Kedua film yang digunakan masing-masing terdiri dari emulsi yang sensitif dan yang satu lagi emulsi yang kurang sensitif.
Proses yang terjadi pada pemonitor perorangan yang mempergunakan film ini sama dengan proses yang terjadi pada waktu melakukan radiografi pada bidang medis.
Prinsip dasar yang terjadi pada film badge adalah adanya kehitam-hitaman pada film. Kehitam-hitaman film tersebut yang kemudian diukur kerapatannya dan dibandingkan atau diplot pada grafik standar antara kerapatan dengan dosis. Pada umumnya minimum pencacahan hanya dapat dicapai pada dosis 0,1 mSv (10 mRem) hal ini diakibatkan pada kemampuan alat baca atau alat cacah yang dipergunakan pada laboratorium-laboratorium proses film badge.
Pengukuran dosis pda film badge didasarkan pada fakta bahwa radiasi pengion akan menyinari perak bromida yang terdapat pada emulsi fotografi yang akan mengakibatkan kehitaman pada film tersebut.  Tingkat kehitaman yang  juga disebut sebagai densitas optis dari film tersebut secara tepat dapat diukur dengan menggunakan densitometer fotolistrik yang pembacaannya dinyatakan sebagai logaritma intensitas cahaya yang dipancarkan melalui film tersebut. Densitas optis dari film yang terkena radiasi secara kualitatif berhubungan dengan besarnya penyinaran radiasi.
Dengan perbandingan densitas optis dari film yang dikenakan oleh seseorang yang terkena radiasi terhadap densitas film yang terkena radiasi dengan jumlah yang telah diketahui, maka penyinaran terhadap film yang dikenakan oleh seseorang tersebut dapat ditentukan.
Karena adanya variasi kecil dalam emulsi yang mempengaruhi respon kuantitatifnya terhadap radiasi maka dalam hal ini satu film dalam setiap kelompoknya perlu dikalibrasi.

c.    Efek Fotografis pada Film.
Pengaruh radiasi pengion pada film fotografis adalah sama dengan pengaruh cahaya tampak pada film fotografi. Film fotografi  terdiri dari reaksi kristal AgBr. Penyerapan energi pada butir-butir AgBr menghasilkan gumpalan-gumpalan kecil logam perak yang dikatakan  sebagai bayangan laten.
Setelah melalui suatu pencucian (proses) maka akan tampak adanya perubahan kehitam-hitaman pada film yang kemudian dinyatakan sebagai perbedaan kerapatan (density). Setelah dilakukan pembacaan density dengan alat pembacanya, maka hasil pembacaan tersebut diplot pada grafik standar sehingga bisa ditentukan besarnya dosis yang diterima film.


Pada umumnya sebelum sejumlah film dikirim kepada pemakai satu atau dua film diambil dipergunakan untuk membuat grafik dengan cara menyinari film tersebut dan membaca density kemudian tergambarlah suatu grafik standard. Sering terjadi adanya penyimpangan antara penyinaran dan pembacaan film yang telah disinari, hal itu disebabkan antara lain:
1. Batas kemampuan terendah untuk mendeteksi suatu radiasi dosis rendah. Pengukuran menjadi kurang akurat, batas minimum 0,1 Sv (10 mRem) kemungkinan yang diterima lebih rendah dari 0,1 mSv (10  mrem).
2. Kesalahan bacaan yang berhubungan dengan energi.
    Kesalahan dapat timbul sebesar 10 - 20 % apabila film tidak dipergunakan pada batas jangkauan energi yang telah ditentukan. Dapat juga terjadi energi radiasi yang tidak tepat jatuh pada daerah kompensasi pada film, kemungkinan yang mencapai daerah tersebut hanya hamburannya saja, sehingga kesalahan baca dapat sangat besar.
3.   Kesalahan yang disebabkan oleh adanya pengukuran bayangan laten antara penyinaran dengan pencucian (proses). Peningkatan bayangan putih emulsi dari film cepat dapat sebagai penyebab utama suatu kesalahan . tergantung pada tipe dari emulsi film  (cepat atau lambat)  kondisi lingkungan, waktu pemakaian.
4. Kesalahan pada waktu pengukuran kerapatan.
5. Kesalahan pada waktu pencucian (proses) film.
    Pada waktu pembuatan grafis standar dengan pencucian film keadaan bahan pencuci (developer) sudah berbeda atau bahan sudah mengalami penggantian. Perbedaan waktu pencucian selama 4 menit dapat menyebabkan kesalahan sebesar 10 - 25 % perbedaan suhu 1° c, kesalahan mendeteksi 10 %.
6. Kesalahan yang disebabkan oleh kalibrasi. Kesalahan dapat mencapai  kurang lebih 5 %.
7. Kesalahan yang disebabkan oleh temperatur pada sensitivitas fitografik.
Sensitivitas emulsi film terhadap sinar-x bertambah secara linear dengan temperatur, kenaikan temperatur ,  dengan fluktuasi yang cukup besar pada pemakaian yang digunakan akan berpengaruh. Umum terjadi pada para pekerja di alam tropik yang bekerja diluar ruangan pada siang hari, dekat pemanas.
Pengaruh panas pada film baik sebelum dan sesudah penyinaran dapat mengubah pemutihan (fogging) dan adanya kehitaman.

d.      TLD BADGE (Thermoluminescence Dosimeter)
Beberapa kristal termasuk CaF2 yang menggunakan Mn sebagai pencemar (impuritas) dan LiF, memancarkan cahaya  apabila kristal-kristal tersebut dipanaskan setelah dikenai radiasi. Kristal-kristal tersebut dinamakan kristal termoluminesens (kristal pendar panas).
Penyerapan energi radiasi oleh kristal mengakibatkan timbulnya atom-atom dalam kristal sehingga menghasilkan elektron-elektron dan lubang-lubang bebas dalam kristal pendar panas. Elektron-elektron ini ditangkap oleh pemancar dalam kisi-kisi kristalin sehingga dapat menghalangi timbulnya energi dalam kristal tersebut.
Kristal-kristal yang dipanaskan melepaskan energi yang ditimbulkan sebagai cahaya. Pengukuran keluaran cahaya bersamaan dengan meningkatnya suhu. Suhu dimana keluaran cahaya maksimum terjadi merupakan suatu ukuran energi pengikat elektron pada lobang didalam tangkapan tersebut. Jumlah cahaya yang diukur sebanding dengan jumlah elektron yang ditangkap atau dengan kata lain sebanding dengan energi yang diserap dari radiasi pengion.
Jadi intensitas cahaya yang dipancarkan pada saat pemanasan kristal pendar panas secara langsung sebanding dengan dosis radiasi yang diserap oleh kristal  tersebut