Penggunaan
Alat Ukur Radiasi
Berdasarkan kegunaannya, alat ukur radiasi
dapat dibedakan menjadi
- alat ukur proteksi radiasi
- sistem pencacah dan spektroskopi
Alat ukur proteksi radiasi digunakan untuk
kegiatan keselamatan kerja dengan radiasi, nilai yang ditampilkan dalam satuan
dosis radiasi seperti Rontgent, rem, atau Sievert. Sedangkan sistem pencacah dan spektroskopi digunakan untuk melakukan
pengukuran intensitas radiasi dan energi radiasi secara akurat. Sistem pencacah lebih banyak digunakan di
fasilitas laboratorium.
Alat Ukur Proteksi Radiasi
Sebagai suatu ketentuan yang diatur dalam undang-undang bahwa setiap
pengguna zat radioaktif atau sumber radiasi pengion lainnya harus memiliki alat
ukur proteksi radiasi. Alat
ukur proteksi radiasi dibedakan menjadi tiga
·
dosimeter
perorangan
·
surveimeter
·
monitor
kontaminasi.
Dosimeter
perorangan digunakan untuk “mencatat” dosis radiasi yang
telah mengenainya secara akumulasi dalam selang waktu tertentu, misalnya selama
satu bulan. Contoh dosimeter perorangan adalah film badge, TLD dan dosimeter
saku. Setiap pekerja radiasi diwajibkan menggunakan dosimeter perorangan.
Surveimeter digunakan untuk mengukur laju dosis
(intensitas) radiasi secara langsung. Surveimeter mutlak diperlukan dalam
setiap pekerjaan yang menggunakan zat radioaktif atau sumber radiasi pengion
lainnya agar setiap pekerja mengetahui atau dapat memperkirakan dosis radiasi
yang akan diterimanya setelah melaksanakan kegiatan tersebut. Surveimeter harus bersifat portabel, mudah
dibawa dalam kegiatan survei radiasi di segala medan.
Monitor
kontaminasi digunakan
untuk mengukur tingkat kontaminasi zat radioaktif, baik di udara, di tempat
kerja, maupun yang melekat di tangan, kaki atau badan pekerja. Peralatan ini
mutlak diperlukan bagi fasilitas yang menggunakan zat radioaktif terbuka,
misalnya untuk keperluan teknik perunut menggunakan zat radioaktif.
Sistem Pencacah dan
Spektroskopi
Sistem
pencacah dan spektroskopi digunakan untuk aplikasi yang memanfaatkan zat
radioaktif atau sumber radiasi pengion lainnya. Sebagai contoh aplikasi thickness
gauging untuk mengukur tebal lapisan, level gauging untuk menentukan
batas permukaan fluida, XRF untuk menentukan jenis dan kadar material, dan
sebagainya.
Sistem
pencacah digunakan untuk mengukur kuantitas (jumlah)
radiasi yang mengenai detektor. Salah satu contoh penggunaan sistem pencacah
adalah pada aplikasi pengukuran tebal kertas, sebagaimana gambar berikut.
Metode
di atas dapat digunakan untuk pengukuran lapisan bahan yang lain, misalnya
plastik atau bahkan lapisan logam. Tentu saja untuk setiap jenis bahan
diperlukan pengaturan jenis sumber radiasi dan detektor yang berbeda.
Sistem
spektroskopi mempunyai prinsip yang sangat berbeda dengan pencacah karena
alat ini mengukur energi dari setiap radiasi yang mengenai detektor. Hasil
pengukuran alat ini berupa spektrum distribusi energi radiasi sebagaimana
contoh pada gambar berikut.
Terlihat
dari contoh spektrum di atas bahwa terdapat beberapa tingkat energi yang
menghasilkan cacahan relatif lebih tinggi dari pada daerah lain. Posisi atau
tingkat energu tersebut disebut sebagai puncak energi (energy peak).
Spektrum
energi radiasi yang ditandai oleh puncak-puncak energinya merupakan
karakteristik dari setiap unsur atau zat radioaktif. Sehingga jenis unsur atau
isotop yang terkandung di dalam suatu bahan dapat ditentukan bila spektrum
energinya dapat diukur.
Salah
satu contoh aplikasi yang harus menggunakan sistem spektroskopi adalah
penentuan jenis dan kadar unsur yang menerapkan metode XRF (X ray fluresence)
dan metode NAA (neutron activation analysis).
Besaran
yang Diukur
Radiasi merupakan suatu cara perambatan energi
dari sumber energi ke lingkungannya tanpa membutuhkan medium atau bahan
penghantar tertentu. Radiasi nuklir memiliki dua sifat yang khas:
·
tidak
dapat dirasakan secara langsung dan
·
dapat
menembus berbagai jenis bahan.
oleh karena itu untuk menentukan ada atau
tidak adanya radiasi nuklir diperlukan suatu alat, yaitu pengukur radiasi, yang
digunakan utuk mengukur kuantitas, energi, atau dosis radiasi.
Kuantitas radiasi
adalah
jumlah radiasi per satuan waktu per satuan luas, pada suatu titik pengukuran. Kuantitas radiasi ini berbanding lurus
dengan aktivitas sumber dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak (r) antara
sumber dan sistem pengukur.
Gambar
di atas menunjukkan bahwa jumlah radiasi yang mencapai titik pengukuran
(kuantitas radiasi) merupakan hanya sebagian saja dari semua radiasi yang
dipancarkan oleh sumber.
Energi radiasi (E)
merupakan
‘kekuatan’ dari setiap radiasi yang dipancarkan oleh sumber radiasi. Bila sumber
radiasi berupa radionuklida maka tingkat energi yang dipancarkan tergantung
pada jenis radionuklidanya. Kalau sumber radiasinya berupa pesawat sinar-X,
maka energi radiasinya bergantung pada tegangan anoda (kV). Tabel berikut
menunjukkan contoh energi radiasi dari beberapa radionuklida.
Jenis radionuklida
|
Energi
|
Probabilitas
|
Cd-109
Cs-137
Co-60
|
88 keV
662keV
1173 keV dan 1332 keV
|
3,70%
85%
99% dan 100%
|
Dosis radiasi
Dosis
radiasi sering diartikan sebagai jumlah energi radiasi yang diserap atau diterima
oleh materi termasuk tubuh manusia. Nilai dosis sangat ditentukan oleh
kuantitas radiasi, jenis dan energi radiasi serta jenis materi yang
dikenainya.
Dalam
bidang proteksi radiasi nilai ini sangat penting karena berkaitan langsung
dengan efek yang ditimbulkan radiasi pada tubuh manusia. Terdapat batasan nilai
akumulasi dosis tahunan (NBD) yang diizinkan serta turunannya per jam yaitu:
·
50
mSv. per tahun atau
·
25
µSv. per jam
Mekanisme Pendeteksian Radiasi
Detektor radiasi bekerja dengan cara
mengukur perubahan yang disebabkan oleh penyerapan energi radiasi oleh medium
penyerap. Sebenarnya terdapat banyak mekanisme yang terjadi di dalam detektor
tetapi yang sering digunakan adalah proses ionisasi dan proses sintilasi.
Proses Ionisasi
Ionisasi adalah peristiwa lepasnya elektron dari ikatannya karena menyerap
energi eksternal. Peristiwa ini dapat terjadi
secara langsung oleh radiasi alpha atau beta dan secara tidak langsung oleh
radiasi sinar-X, gamma dan neutron.
Jumlah elektron lepas ( N ) sebanding dengan jumlah energi yang terserap
S E
dibagi dengan daya ionisasi materi penyerap ( w ).
Dalam proses ionisasi, energi radiasi diubah menjadi pelepasan sejumlah
elektron (energi listrik). Bila terdapat medan listrik maka elektron akan bergerak
menuju ke kutub positif sehingga dapat menginduksikan arus atau tegangan
listrik. Semakin besar energi radiasinya maka arus atau tegangan listrik yang
dihasilkannya juga semakin besar pula.
Proses Sintilasi
Proses sintilasi adalah terpancarnya percikan cahaya ketika terjadi
transisi elektron dari tingkat energi yang lebih tinggi ke tingkat energi yang
lebih rendah di dalam detektor, bila
terdapat kekosongan elektron pada orbit yang lebih dalam. Kekosongan tersebut
dapat disebabkan oleh lepasnya elektron (proses ionisasi) atau loncatnya
elektron ke lintasan yang lebih tinggi ketika dikenai radiasi (proses
eksitasi).
Dalam proses sintilasi ini, energi radiasi diubah menjadi pancaran cahaya
tampak. Semakin besar energi radiasi yang diserap maka semakin banyak percikan
cahayanya.
Cara Pengukuran Radiasi
Terdapat dua cara pengukuran radiasi yaitu
cara pulsa (pulse mode) dan cara arus (current mode). Sistem pengukur yang digunakan dalam kegiatan proteksi
radiasi, seperti survaimeter dan monitor radiasi biasanya menerapkan cara arus
(current mode) sedangkan dalam kegiatan aplikasi dan penelitian menerapkan cara
pulsa (pulse mode).
Cara pulsa
Setiap radiasi yang mengenai alat ukur akan dikonversikan menjadi sebuah
pulsa listrik, baik dengan mekanisme ionisasi maupun sintilasi. Bila kuantitas
radiasinya semakin tinggi maka jumlah pulsa listrik yang dihasilkannya semakin
banyak. Sedangkan semakin besar energinya semakin tinggi pulsanya.
Informasi
yang dihasilkan dengan cara pulsa adalah
·
jumlah
pulsa (cacahan)
·
tinggi
pulsa listrik.
Untuk meng "konversi" kan sebuah radiasi menjadi sebuah pulsa
listrik dibutuhkan waktu tertentu, yang sangat dipengaruhi oleh jenis
detektornya. Bila terdapat dua buah radiasi yang datang secara berurutan dengan
selang waktu lebih cepat daripada waktu konversi detektor, maka radiasi yang
terakhir tidak akan tercacah.
Tampilan sistem pengukur dengan cara pulsa biasanya berupa angka seperti
gambar berikut.
Cara Arus
Pada cara arus, radiasi yang memasuki detektor tidak dikonversikan
menjadi pulsa listrik secara satu per satu, melainkan rata-rata dari
akumulasinya dalam konstanta waktu tertentu dan dipresentasikan sebagai arus
listrik. Semakin banyak kuantitas atau energi radiasi per satuan waktu yang
memasuki detektor, akan semakin besar arusnya.
Karena proses
konversi pada cara arus ini tidak dilakukan secara individual maka cara ini
tidak dapat memberi informasi jumlah pulsa (cacahan) maupun tinggi setiap
pulsa. Informasi yang dihasilkan cara pulsa ini adalah intensitas radiasi yang
sebanding dengan perkalian jumlah pulsa dan tingginya.
Tampilan sistem pengukur dengan cara arus biasanya berupa jarum penunjuk
seperti gambar berikut.
Jenis Detektor Radiasi
Detektor merupakan suatu bahan yang peka
terhadap radiasi, yang bila dikenai radiasi akan menghasilkan tanggapan
mengikuti mekanisme yang telah dibahas sebelumnya. Perlu diperhatikan bahwa
suatu bahan yang sensitif terhadap suatu jenis radiasi belum tentu sensitif
terhadap jenis radiasi yang lain. Sebagai contoh, detektor radiasi gamma belum
tentu dapat mendeteksi radiasi neutron.
Sebenarnya terdapat banyak jenis detektor,
tetapi di sini hanya akan dibahas tiga jenis detektor yaitu, detektor isian
gas, detektor sintilasi, dan detektor semikonduktor.
Detektor Isian Gas
Detektor isian gas merupakan detektor yang paling sering digunakan untuk
mengukur radiasi. Detektor ini terdiri dari dua elektroda, positif dan negatif,
serta berisi gas di antara kedua elektrodanya. Elektroda positif disebut
sebagai anoda, yang dihubungkan ke kutub listrik positif, sedangkan elektroda
negatif disebut sebagai katoda, yang dihubungkan ke kutub negatif. Kebanyakan
detektor ini berbentuk silinder dengan sumbu yang berfungsi sebagai anoda dan
dinding silindernya sebagai katoda sebagaimana berikut.
Radiasi yang memasuki detektor akan mengionisasi gas dan menghasilkan
ion-ion positif dan ion-ion negatif (elektron). Jumlah ion yang akan dihasilkan
tersebut sebanding dengan energi radiasi dan berbanding terbalik dengan
daya ionisasi gas. Daya ionisasi gas berkisar dari 25 eV s.d. 40 eV. Ion-ion
yang dihasilkan di dalam detektor tersebut akan memberikan kontribusi
terbentuknya pulsa listrik ataupun arus listrik.
Ion-ion primer yang dihasilkan oleh radiasi akan bergerak menuju
elektroda yang sesuai. Pergerakan ion-ion
tersebut akan menimbulkan pulsa atau arus listrik. Pergerakan ion tersebut di
atas dapat berlangsung bila di antara dua elektroda terdapat cukup medan
listrik. Bila medan listriknya semakin tinggi maka energi kinetik ion-ion
tersebut akan semakin besar sehingga mampu untuk mengadakan ionisasi lain.
Ion-ion yang dihasilkan oleh ion primer disebut sebagai ion sekunder.
Bila medan listrik di antara dua elektroda semakin tinggi maka jumlah ion yang
dihasilkan oleh sebuah radiasi akan sangat banyak dan disebut proses
‘avalanche’.
Terdapat tiga jenis detektor isian gas yang bekerja pada daerah yang
berbeda yaitu detektor kamar ionisasi, detektor proporsional, dan detektor
Geiger Mueller (GM).
Detektor Kamar Ionisasi (ionization chamber)
Sebagaimana terlihat pada kurva karakteristik gas di atas, jumlah ion
yang dihasilkan di daerah ini relatif sedikit sehingga tinggi pulsanya, bila
menerapkan pengukuran model pulsa, sangat rendah. Oleh karena itu, biasanya, pengukuran yang menggunakan
detektor ionisasi menerapkan cara arus. Bila akan menggunakan detektor ini
dengan cara pulsa maka dibutuhkan penguat pulsa yang sangat baik. Keuntungan
detektor ini adalah dapat membedakan energi yang memasukinya dan tegangan kerja
yang dibutuhkan tidak terlalu tinggi.
Detektor Proporsional
Dibandingkan dengan daerah ionisasi di atas, jumlah ion yang dihasilkan
di daerah proporsional ini lebih banyak sehingga tinggi pulsanya akan lebih
tinggi. Detektor ini lebih sering digunakan untuk pengukuran dengan cara pulsa.
Terlihat pada kurva karakteristik di atas bahwa jumlah ion yang
dihasilkan sebanding dengan energi radiasi, sehingga detektor ini dapat
membedakan energi radiasi. Akan tetapi, yang merupakan suatu kerugian, jumlah
ion atau tinggi pulsa yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh tegangan kerja
dan daya tegangan untuk detektor ini harus sangat stabil.
Detektor Geiger Mueller (GM)
Jumlah ion yang dihasilkan di daerah ini sangat banyak, mencapai nilai
saturasinya, sehingga pulsanya relatif tinggi dan tidak memerlukan penguat
pulsa lagi. Kerugian utama dari detektor ini ialah tidak dapat membedakan
energi radiasi yang memasukinya, karena berapapun energinya jumlah ion yang dihasilkannya
sama dengan nilai saturasinya. Detektor ini merupakan detektor yang paling
sering digunakan, karena dari segi elektonik sangat sederhana, tidak perlu
menggunakan rangkaian penguat. Sebagian besar peralatan ukur proteksi radiasi,
yang harus bersifat portabel, terbuat dari detektor Geiger Mueller.
Detektor Sintilasi
Detektor sintilasi selalu terdiri dari dua
bagian yaitu bahan sintilator dan photomultiplier. Bahan sintilator merupakan
suatu bahan padat, cair maupun gas, yang akan menghasilkan percikan
cahaya bila dikenai radiasi pengion. Photomultiplier digunakan untuk mengubah
percikan cahaya yang dihasilkan bahan sintilator menjadi pulsa listrik.
Mekanisme pendeteksian radiasi pada detektor sintilasi dapat dibagi menjadi dua
tahap yaitu :
proses pengubahan radiasi yang
mengenai detektor menjadi percikan cahaya di dalam bahan sintilator dan
proses pengubahan percikan cahaya
menjadi pulsa listrik di dalam tabung photomultiplier
Bahan Sintilator
Proses sintilasi pada bahan ini dapat dijelaskan dengan Gambar 4. Di dalam
kristal bahan sintilator terdapat pita-pita atau daerah yang dinamakan sebagai
pita valensi dan pita konduksi yang dipisahkan dengan tingkat energi tertentu.
Pada keadaan dasar, ground state, seluruh elektron berada di pita valensi
sedangkan di pita konduksi kosong. Ketika terdapat radiasi yang memasuki
kristal, terdapat kemungkinan bahwa energinya akan terserap oleh beberapa
elektron di pita valensi, sehingga dapat meloncat ke pita konduksi. Beberapa
saat kemudian elektron-elektron tersebut akan kembali ke pita valensi melalui
pita energi bahan aktivator sambil memancarkan percikan cahaya.
Jumlah percikan cahaya sebanding dengan energi radiasi diserap dan
dipengaruhi oleh jenis bahan sintilatornya. Semakin besar energinya semakin
banyak percikan cahayanya. Percikan-percikan cahaya ini kemudian ‘ditangkap’
oleh photomultiplier.
Berikut ini adalah beberapa contoh bahan sintilator yang sering
digunakan sebagai detektor radiasi.
Kristal NaI(Tl)
Kristal ZnS(Ag)
Kristal LiI(Eu)
Sintilator Organik
Sintilator Cair (Liquid Scintillation)
Detektor ini sangat spesial dibandingkan dengan jenis detektor yang lain
karena berwujud cair. Sampel radioaktif yang akan diukur dilarutkan dahulu ke
dalam sintilator cair ini sehingga sampel dan detektor menjadi satu kesatuan
larutan yang homogen. Secara geometri pengukuran ini dapat mencapai efisiensi
100 % karena semua radiasi yang dipancarkan sumber akan “ditangkap” oleh
detektor. Metode ini sangat diperlukan untuk mengukur sampel yang memancarkan
radiasi b berenergi rendah seperti tritium dan C14.
Masalah yang harus diperhatikan pada metode ini adalah quenching
yaitu berkurangnya sifat transparan dari larutan (sintilator cair) karena
mendapat campuran sampel. Semakin pekat konsentrasi sampel maka akan semakin
buruk tingkat transparansinya sehingga percikan cahaya yang dihasilkan tidak
dapat mencapai photomultiplier.
Tabung Photomultiplier
Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, setiap detektor sintilasi terdiri
atas dua bagian yaitu bahan sintilator dan tabung photomultiplier. Bila bahan
sintilator berfungsi untuk mengubah energi radiasi menjadi percikan cahaya maka
tabung photomultiplier ini berfungsi untuk mengubah percikan cahaya tersebut
menjadi berkas elektron, sehingga dapat diolah lebih lanjut sebagai pulsa /
arus listrik.
Tabung photomultiplier terbuat dari tabung hampa yang kedap cahaya
dengan photokatoda yang berfungsi sebagai masukan pada salah satu ujungnya dan
terdapat beberapa dinode untuk menggandakan elektron seperti terdapat pada
gambar 5. Photokatoda yang ditempelkan pada bahan sintilator, akan memancarkan
elektron bila dikenai cahaya dengan panjang gelombang yang sesuai. Elektron
yang dihasilkannya akan diarahkan, dengan perbedaan potensial, menuju dinode
pertama. Dinode tersebut akan memancarkan beberapa elektron sekunder bila
dikenai oleh elektron.
Elektron-elektron sekunder yang dihasilkan dinode pertama akan menuju
dinode kedua dan dilipatgandakan kemudian ke dinode ketiga dan seterusnya
sehingga elektron yang terkumpul pada dinode terakhir berjumlah sangat banyak.
Dengan sebuah kapasitor kumpulan elektron tersebut akan diubah menjadi pulsa
listrik.
Detektor Semikonduktor
Bahan semikonduktor, yang diketemukan relatif lebih baru daripada dua
jenis detektor di atas, terbuat dari unsur golongan IV pada tabel periodik
yaitu silikon atau germanium. Detektor ini mempunyai beberapa keunggulan yaitu
lebih effisien dibandingkan dengan detektor isian gas, karena terbuat dari zat
padat, serta mempunyai resolusi yang lebih baik daripada detektor sintilasi.
Pada dasarnya, bahan isolator dan bahan semikonduktor tidak dapat
meneruskan arus listrik. Hal ini disebabkan semua elektronnya berada di
pita valensi sedangkan di pita konduksi kosong. Perbedaan tingkat energi antara
pita valensi dan pita konduksi di bahan isolator sangat besar sehingga tidak
memungkinkan elektron untuk berpindah ke pita konduksi ( > 5 eV ) seperti
terlihat di atas. Sebaliknya, perbedaan tersebut relatif kecil pada bahan
semikonduktor ( < 3 eV ) sehingga memungkinkan elektron untuk meloncat ke
pita konduksi bila mendapat tambahan energi.
Energi radiasi yang memasuki bahan semikonduktor akan diserap oleh bahan
sehingga beberapa elektronnya dapat berpindah dari pita valensi ke pita
konduksi. Bila di antara kedua ujung bahan semikonduktor tersebut terdapat beda
potensial maka akan terjadi aliran arus listrik. Jadi pada detektor ini, energi
radiasi diubah menjadi energi listrik.
Sambungan semikonduktor dibuat dengan menyambungkan semikonduktor tipe N
dengan tipe P (PN junction). Kutub positif dari tegangan listrik eksternal
dihubungkan ke tipe N sedangkan kutub negatifnya ke tipe P seperti terlihat
pada Gambar 7. Hal ini menyebabkan pembawa muatan positif akan tertarik ke atas
(kutub negatif) sedangkan pembawa muatan negatif akan tertarik ke bawah (kutub
positif), sehingga terbentuk (depletion layer) lapisan kosong muatan pada
sambungan PN. Dengan adanya lapisan kosong muatan ini maka
tidak akan terjadi arus listrik. Bila ada radiasi pengion yang memasuki lapisan
kosong muatan ini maka akan terbentuk ion-ion baru, elektron dan hole, yang
akan bergerak ke kutub-kutub positif dan negatif. Tambahan elektron dan hole
inilah yang akan menyebabkan terbentuknya pulsa atau arus listrik.
Oleh karena daya atau energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan ion-ion ini
lebih rendah dibandingkan dengan proses ionisasi di gas, maka jumlah ion yang
dihasilkan oleh energi yang sama akan lebih banyak. Hal inilah yang menyebabkan
detektor semikonduktor sangat teliti dalam membedakan energi radiasi yang
mengenainya atau disebut mempunyai resolusi tinggi. Sebagai gambaran, detektor
sintilasi untuk radiasi gamma biasanya mempunyai resolusi sebesar 50 keV,
artinya, detektor ini dapat membedakan energi dari dua buah radiasi yang
memasukinya bila kedua radiasi tersebut mempunyai perbedaan energi lebih besar
daripada 50 keV. Sedang detektor semikonduktor untuk radiasi gamma biasanya
mempunyai resolusi 2 keV. Jadi terlihat bahwa detektor semikonduktor jauh lebih
teliti untuk membedakan energi radiasi.
Sebenarnya, kemampuan untuk membedakan energi tidak terlalu diperlukan
dalam pemakaian di lapangan, misalnya untuk melakukan survai radiasi. Akan
tetapi untuk keperluan lain, misalnya untuk menentukan jenis radionuklida atau
untuk menentukan jenis dan kadar bahan, kemampuan ini mutlak diperlukan.
Kelemahan dari detektor semikonduktor adalah harganya lebih mahal,
pemakaiannya harus sangat hati-hati karena mudah rusak dan beberapa jenis
detektor semikonduktor harus didinginkan pada temperatur Nitrogen cair sehingga
memerlukan dewar yang berukuran cukup besar.
Keunggulan - Kelemahan Detektor
Dari pembahasan di atas terlihat bahwa setiap radiasi akan diubah
menjadi sebuah pulsa listrik dengan ketinggian yang sebanding dengan energi
radiasinya. Hal tersebut merupakan fenomena yang sangat
ideal karena pada kenyataannya tidaklah demikian. Terdapat beberapa
karakteristik detektor yang membedakan satu jenis detektor dengan lainnya yaitu
efisiensi, kecepatan dan resolusi.
Efisiensi detektor
adalah suatu nilai yang menunjukkan perbandingan antara jumlah pulsa listrik
yang dihasilkan detektor terhadap jumlah radiasi yang diterimanya. Nilai
efisiensi detektor sangat ditentukan oleh bentuk geometri dan densitas bahan
detektor. Bentuk geometri sangat menentukan jumlah radiasi yang dapat
'ditangkap' sehingga semakin luas permukaan detektor, efisiensinya semakin
tinggi. Sedangkan densitas bahan detektor mempengaruhi jumlah radiasi
yang dapat berinteraksi sehingga menghasilkan sinyal listrik. Bahan detektor
yang mempunyai densitas lebih rapat akan mempunyai efisiensi yang lebih tinggi
karena semakin banyak radiasi yang berinteraksi dengan bahan.
Kecepatan detektor
menunjukkan selang waktu antara datangnya radiasi dan terbentuknya pulsa
listrik. Kecepatan detektor berinteraksi dengan radiasi juga sangat
mempengaruhi pengukuran karena bila respon detektor tidak cukup cepat sedangkan
intensitas radiasinya sangat tinggi maka akan banyak radiasi yang tidak terukur
meskipun sudah mengenai detektor.
Resolusi detektor
adalah kemampuan detektor untuk membedakan energi radiasi yang berdekatan.
Suatu detektor diharapkan mempunyai resolusi yang sangat kecil (high
resolution) sehingga dapat membedakan energi radiasi secara teliti. Resolusi
detektor disebabkan oleh peristiwa statistik yang terjadi dalam proses
pengubahan energi radiasi, noise dari rangkaian elektronik, serta
ketidak-stabilan kondisi pengukuran.
Aspek lain yang juga menjadi pertimbangan adalah konstruksi detektor
karena semakin rumit konstruksi atau desainnya maka detektor tersebut akan
semakin mudah rusak dan biasanya juga semakin mahal.
Tabel berikut menunjukkan karakteristik
beberapa jenis detektor secara umum berdasarkan beberapa pertimbangan di atas.
Pemilihan detektor harus mempertimbangkan spesifikasi keunggulan dan
kelemahan sebagaimana tabel di atas. Sebagai contoh, detektor yang digunakan
pada alat ukur portabel (mudah dibawa) sebaiknya adalah detektor isian gas,
detektor yang digunakan pada alat ukur untuk radiasi alam (intensitas sangat
rendah) sebaiknya adalah detektor sintilasi, sedangkan detektor pada sistem
spektroskopi untuk menganalisis bahan sebaiknya detektor semikonduktor.
I.
Pendahuluan.
Setelah mengetahui
sifat-sifat, jenis serta bagaimana cara kerja radiasi, maka dapat disimpulkan bahwa
radiasi itu tidak dapat dilihat, dirasakan, ditangkap. hanya dengan peralatan
tertentu radiasi dapat diketahui atau dideteksi. Alat pendeteksi radiasi
itu disebut detektor. Untuk mengetahui besaran-besaran dari radiasi
diatas, detektor dirangkaikan dengan peralatan elektronik sehingga keseluruhan
peralatan dapat juga disebut alat ukur. Satuan-satuan yang diukur adalah, laju
paparan/ laju dosis, dosis total, radioaktivitas. Alat ukur dibagi menjadi dua:
1. Alat Ukur Pasif.
Alat ukur yang mana pembacaan hasil
pengukurannya tidak dapat dibaca langsung melainkan harus melalui proses
terlebih dahulu. Contoh: Film badge, TLD badge.
2. Alat Ukur
Aktif.
Alat ukur yang dapat menunjukkan
secara langsung hasil pengukuran radiasi yang diterima. Contoh: survey meter,
dosimeter saku.
Berdasarkan fungsinya alat ukur
radiasi juga dibedakan menjadi
dua yaitu:
a. Pemonitor
Perorangan.
Pemonitor perorangan adalah suatu
alat yang digunakan untuk mendeteksi radiasi yang diterima oleh tubuh manusia. Alat yang digunakan disini dapat
berupa alat ukur pasif dan juga alat ukur aktif. Pada prinsipnya jumlah
radiasi yang diterima oleh alat tersebut identik dengan jumlah radiasi yang
diterima oleh tubuh manusia.
b.
Pemonitor Lingkungan.
Prinsip dasar
kerja alat ukur lingkungan ini adalah adanya proses ionisasi, eksistasi dan
sintilasi di detektor dan hasil proses tersebut dirubah menjadi
pulsa-pulsa listrik yang diteruskan ke alat baca (elektronik). Reaksi-reaksi
yang terjadi apabila seberkas sinar (alpa, beta, gamma, atau X)
berinteraksi dengan medium didalam detektor.
Berkas radiasi bila melalui suatu medium ia akan kehilangan
sebagian atau seluruhnya energinya melalui proses ionisasi dan eksitasi.
Penyerapan energi tersebut diatas mempunyai hubungan linier dengan banyaknya
partikel-partikel yang datang dan prinsip inilah yang digunakan dalam semua
instrumentasi nuklir. Intrumentasi didalam fisika kesehatan harus dapat
melayani berbagai macam kegunaan, misalnya mengukur partikel, mengukur
dosis akumulasi, mengukur laju dosis, energi rendah, energi tinggi,
pengukuran tanpa adanya pengaruh energi. Prinsip kerja dari alat ukur adalah
radiasi berinteraksi dengan detektor dan response yang ditimbulkannya
sebanding dengan efek radiasi yang datang.
Tabel Efek
Radiasi Yang Dipergunakan Dalam Mendeteksi dan Mngukur Radiasi.
EFEK
|
TIPE
INSTRUMEN
|
DETEKTOR
|
Elektris
Kimiawi
Cahaya
Thermoluminescence
Panas
|
1. Bilik Ionisasi
2.Penghitung Proporsional
3. Penghitung Geiger
4. Solid State
1. Film
2. Dosimeter Kimiawi
1. Penghitung Skintilasi
2. Penghitung Cerenkov
Thermoluminescence
Dosimeter.
Kalorimeter
|
1. Gas.
2. Gas
3. Gas
4. Semikonduktor
1. Emulsi Fotografi
2. Padat atau Cair.
1. Kristal atau cair
2. Kristal atau cair
Kristal
Padat atau cair
|
II.
DETEKTOR
a.
Penghitung Partikel Berisi Gas.
Apabila
detektor yang berisi gas terkena radiasi maka akan terjadi proses ionisasi gas
dalam detektor tersebut. Jika konstanta waktu RC jauh lebih besar dari waktu
yang diperlukan untuk mengumpulkan semua ion yang dihasilkan oleh lintasan
partikel tunggal yang melalui detektor maka tinggi pulsa dapat dihitung dengan
rumus : V = Q/C ; dimana:
· V
potensial
· Q
jumlah muatan yang dihasilkan dalam detektor
· C
Kapasitas.
1. Penghitung
Bilik Ionisasi (Ionization Chamber Counter)
Ionization chamber ialah ruangan
yang tertutup yang berisi gas dimana ionisasi yang terjadi oleh radiasi
dapat dikumpulkan dan diukur. Medan listrik didalam ruangan sensitif
menarik elektron-elektron bebas dan ion-ion positip ke
elektroda-elektroda yang berbeda dan muatan total atau arusnya dapat
diukur. Seperti proses ionisasi diatas maka di dalam detektor
akan terbentuk ion-ion positif yang akan dikumpulkan oleh katoda di bagian
dinding detektor dan ion-ion negatif atau elektron yang akan dikumpulkan
oleh anoda.
Apabila
variable High Voltage Power Supply kita hidupkan mulai dari (0) maka terbentuk
suatu daerah tegangan operasi yang kita namakan daerah bilik Ionisasi
(Ionization chamber Region) dimana tegangan operasi disini dapat dinyatakan
relatif rendah, tetapi sudah cukup untuk menarik elektron-elektron yang
terbentuk dari proses ionisasi ke anoda sebelum elektron-elektron
tersebut kembali bergabung dengan ion positif untuk membentuk atom
netral.
Pergerakan
elektron menuju anoda yang dikarenakan perbedaan tegangan antara anoda dan
katoda tidak memungkinkan untuk menghasilkan proses ionisasi sekunder. Jadi
jumlah elektron yang terkumpul pada anoda merupakan proses ionisasi primer
sehingga tinggi pulsa yang terbentuk akan sebanding dengan jumlah ion primer
yang dihasilkan pada proses ionisasi primer atau dengan kata lain faktor
penguatan gas pada detektor ini sama dengan satu.
Dalam membuat
ionization chamber maka pengaruh dinding - dindingnya adalah sangat penting dan
harus diketahui betul karakternya. Jika material dari dinding ionization
chamber mempunyai komposisi atom yang sama dengan komposisi gas didalamnyamaka
ionization chamber dikatakan homogen.
Jenis dinding
lain yang sering dipergunakan juga ialah dinding plastik yang mempunyai
komposisi atomik seperti komposisi atomik jaringan-jaringan tubuh manusia dan
diisi dengan gas yang mempunyai komposisi atomik yang sama, ini disebut tissue
equivalent ionization chamber. Lihat gambar yang menunjukkan tegangan kerja
dari ionization chamber.
Kelemahan untuk mengoperasikan ionization chamber adalah
pulsa yang terlalu kecil dan memerlukan penguatan yang besar serta sensitivitas
masukan yang tinggi pada pencacah karena jumlah total dari arus atau muatan
total merupakan parameter yang diukur. Karena satuan roentgen didefinisikan
dalam udara maka alat ini dapat dipakai untuk mengukur dosis radiasi. Dalam
digunakan untuk mengukur radiasi Alpha, Beta dan Gamma.
bilik
ionisasi
Proporsional
Geiger
Tegangan kerja
Kurva Tinggi
pulsa vs tegangan kerja pada penghitung pulsa berisi gas.
2.
Penghitung Proporsional (Proporsional Counter).
Kelemahan pada
sistim pengoperasian Bilik Ionisasi adalah keluaran yang dihasilkan pada proses
detektor yang relatif lemah sehingga membutuhkan Amplifikasi/ penguatan yang
besar atau tingkat kepekaan masukan yang tinggi dalam sistim penghitung. Untuk
mengatasi hal ini maka sistim Bilik Ionisasi dioperasikan sebagai penghitung
proporsional yaitu dengan menaikkan daerah tegangan kerja dari Bilik Ionisasi.
Elektron-elektron
primer yang terbentuk dari hasil proses ionisasi dalam detektor yang
dioperasikan pada daerah tegangan kerja proporsional yang tertarik ke elektroda
positif dan negatif akan mengakibatkan proses ionisasi sekunder sehingga faktor
amplifikasi akan menjadi lebih besar dari satu yang dikarenakan bertambahnya
ion sekunder atau dengan kata lain terjadi multiplikasi gas dalam
detektor yang kita kenal dengan nama “Avalance”.
Semakin besar
tegangan kerja kita naikan maka akan makin besar juga “avalancehe”nya
melalui penyebaran di sepanjang anoda. Selain tegangan tinggi dan
detektor, amplifikasi juga tergantung pada diameter anoda. Diameter anoda
mengecil, amplifikasi akan membesar dan juga tergantung pada tekanan gas dalam
detektor.
Secara
teoritias detektor yang sama dapat digunakan sebagai ionization counter,
proportional atau geiger counter yang hanya berbeda pada tegangan kerja,
tetapi pada kenyataannya dan karena alasan ekonomis dan praktis maka dibuat
alat ukur untuk masing-masing counter. Proportional counter dapat
dipergunakan untuk membedakan energi partikel yang datang. Dapat
digunakan untuk mengukur radiasi Alpha dan Beta.
3.
Penghitung Geiger (Geiger Counter)
Dengan
menaikkan terus tegangan tinggi sampai melewati tegangan daerah proporsional
sehingga mengakibatkan “avalanche” merentang sepanjang anoda. Bilamana
hal ini terjadi maka daerah tegangan kerja disebut daerah GEIGER.
Pada daerah
tegangan kerja ini semua ukuran pulsa akan sama tanpa membedakan sifat dari
partikel penyebab proses ionisasi primer maka operasi pada daerah ini tidak
dapat membedakan macam radiasi dan tidak dapat untuk mengukur energi.
Efisiensi dari
detektor ini tentu tergantung pada energi dari partikel sehingga tiap pemakai
detektor counter ini harus menentukan effisiensi dari detektor tersebut untuk
berbagai energi sehingga hasil pengukuran dapat diberi interpretasi yang tepat.
Apabila dilihat
pada grafik antara angka hitungan/ cacah vs tegangan kerja akan terjadi
Plateau dengan kemiringan slope yang positif yaitu 3 % per 100 volt.
Setelah ion-ion
negatif (elektron) ditarik ke anoda maka ion-ion positif ditarik ke katoda.
Pada waktu ion-ion positif ditarik ke katoda ion-ion tersebut menumbuk dinding
detektor sambil sebagian melepaskan energi dalam bentuk panas dan sebagian lagi
mengaktifkan atom-atom dari dinding detektor.
Pada saat
atom-atom dari dinding detektor kembali ke keadaan normal, atom-atom tersebut
melepaskan energi pengaktifannya dengan memancarkan faton-faton ultra violet
dan terjadi interaksi antara faton-faton ultra violet dengan gas sehingga
kemungkinan akan menimbulkan suatu avalanche dan dengan demikian juga akan
menimbulkan suatu “Spurious Count” (hitungan/ cacahan lancung). Hitungan
semacam ini dalam sistim tersebut harus diredam/ dihilangkan dan sistim
peredaman yang disebut “QUENCHING” . Hal ini dapat dilakukan dengan cara
menurunkan tegangan pada anoda setelah suatu pulsa hingga semua ion-ion positif
terkumpul pada katoda atau secara kimiawi dengan menggunakan gas peredam diri
yaitu suatu gas yang dapat menyerap faton-faton ultra violet tanpa terjadi
ionisasi misalnya dengan memasukkan gas organik seperti alkohol atau ether.
Apabila ada dua
buah partikel masuk dalam suatu perhitungan dengan keberuntunan yang sangat
cepat maka avalanche ion-ion dari partikel pertama melumpuhkan sistim
penghitung sehingga sistim penghitung tidak dapat memberikan respon pada
saat partikel kedua masuk. Untuk
mengatasi hal tersebut diperlukan suatu sistim yang disebut waktu pisah (Resolving
Time).
Pergerakan ion-ion negatif
menuju anoda sangat sepat dibanding ion-ion positif menuju ke katoda sehingga
suatu saat memungkinkan ion-ion positif membentuk suatu selubung di sekitar
anoda yang mengakibatkan penurunan intensitas medan listrik disekitar anoda.
Hal ini juga akan mengakibatkan penurunan avalanche oleh partikel
penyebab ionisasi.
Apabila ion-ion positif selanjutnya
bergerak menuju ke katoda maka intensitas medan listrik disekitar anoda akan
meningkatkan kembali hingga ketitik seperti dimana avalanche lainnya
dapat dimulai kembali. Waktu yang diperlukan untuk mencapai intensitas medan
listrik ini disebut “Dead Time” (waktu mati).
b. Penghitung
Skintilasi.
Detektor Skintilasi merupakan suatu
transduser yang merubah energi kinetik dari suatu partikel penimbul
ionisasi menjadi suatu kilatan cahaya. Kilatan-kilatan cahaya yang
terbentuk dapat diamati secara elektronis dengan menggunakan tabung-tabung foto
multiplier dimana pulsa-pulsa keluarannya dapat diperkuat,diperbanyak, disortir
menurut ukuran dan dihitung.
Detektor skintilasi adalah detektor
yang sangat baik untuk mencari spektrum dari suatu sumber radioaktif,
karena pulsa-pulsa yang dihasilkan, berbanding lurus dengan energi
partikel mula-mula. Skintilasi banyak dipergunakan untuk mencacah radiasi
gamma dan beta.
Tebel bahan-bahan scintilasi:
BAHAN
|
DENSITAS
|
PANJANG GELOMBANG
DARI EMISI MAKSIMUM (A)
|
TINGGI
PULSA
RELATIF
|
WAKTU PELURUHAN
(DETIK)
|
Na (TI)
CsI (TI)
KI (TI)
Anthracene
Trans-Stilene
Pastik
Cairan (Toluene)
P-Terphenyl
|
3,67
4,51
3,13
1,25
1,16
-
-
1,23
|
4100
Biru
4100
4400
4100
3550 - 4500
3550 - 4500
4000
|
210
55
50
100
60
28 - 48
27 - 49
40
|
0,25
1,1
1,0
0,032
0,0064
0,003 - 0,005
0,002 - 0,008
0,005
|
c.
Derektor Semikonduktor.
Detektor semikonduktor bertindak sebagai suatu
bilik ionisasi padat. Partikel penimbul ionisasi seperti Alpha, Beta dan yang
lainnya berinteraksi dengan atom-atom dalam volume sensitif dari detektor untuk
menghasilkan elektron-elektron melalui ionisasi. Pengumpulan ion-ion ini
menghasilkan suatu pulsa keluaran. Bahan semikonduktor yang biasa digunakan
adalah silikon dan germanium.
III. MONITOR
PERORANGAN
a.
Dosimeter Saku.
Suatu alat yang
dipergunakan untuk mengukur dosis radiasi yang berdasarkan atas prinsip respons
dari instrumen sebanding dengan energi radiasi yang diserap oleh instrumen
tersebut. Biasanya menggunakan satuan mRem atau mSv. Alat ini terdiri dari
bilik ionisasi dinding udara yang dilengkapi dengan suatu alat yang bekerja
berdasarkan prinsip elektroskop dimana satu bagian lengannya tetap dan satu
bagian lainnya dapat bergerak bebas pada skala yang telah disiapkan pada
dosimeter tersebut.
Apabila
dosimeter saku “change” ini berarti kita memberi muatan positif kutub
alat elektroskop sehingga kedua lengan tadi akan saling tolak menolak
sampai lengan yang dapat bergerak bebas tadi menuju angka nol atau kalau kita
lihat pada dosimeter berarti jarum menunjukkan angka nol.
Gas dalam bilik ionisasi pada dosimeter saku apabila
terkena radiasi akan mengakibatkan ionisasi sehingga terjadi ion-ion positif
dan negatif dalam bilik ionisasi tersebut. Ion-ion positif akan tertarik ke
dinding dosimeter sedangkan ion negatif akan tertarik ke kutub dari alat
elektroskop dan menetralkan/ menurunkan muatan yang ada sehingga daya tolak
kedua lengan dari alat elektroskop tersebut juga semakin lemah. Dengan
melemahnya daya tolak kedua lengan tersebut berarti lengan yang dapat bergerak
bebas akan bergeser. Pergeseran ini dalam skala pada dosimeter akan terlihat bergeser
ke arah angka maksimum. Besarnya pergeseran pada skala dosimeter ini sebanding
dengan muatan negatif yang tertarik ke kutub alat elektroskop atau dengan kata
lain sebanding dengan energi radiasi yang diberikan pada proses ionisasi.
b.
Film Badge.
Suatu alat yang
lazim dipergunakan sebagai personel monitoring yang terdiri dari sebuah paket
yang berisi dua lempeng film dental ( untuk sinar-x atau gamma) atau tiga buah
lempeng film dental (untuk sinar - x dan gamma, netron) yang
dibungkus dalam suatu kertas kedap sinar dan dikenakan dalam suatu wadah
plastik atau logam yang sesuai. Kedua film yang digunakan masing-masing terdiri
dari emulsi yang sensitif dan yang satu lagi emulsi yang kurang sensitif.
Proses yang
terjadi pada pemonitor perorangan yang mempergunakan film ini sama dengan
proses yang terjadi pada waktu melakukan radiografi pada bidang medis.
Prinsip dasar
yang terjadi pada film badge adalah adanya kehitam-hitaman pada film.
Kehitam-hitaman film tersebut yang kemudian diukur kerapatannya dan dibandingkan
atau diplot pada grafik standar antara kerapatan dengan dosis. Pada umumnya
minimum pencacahan hanya dapat dicapai pada dosis 0,1 mSv (10 mRem) hal ini
diakibatkan pada kemampuan alat baca atau alat cacah yang dipergunakan pada
laboratorium-laboratorium proses film badge.
Pengukuran
dosis pda film badge didasarkan pada fakta bahwa radiasi pengion akan menyinari
perak bromida yang terdapat pada emulsi fotografi yang akan mengakibatkan
kehitaman pada film tersebut. Tingkat kehitaman yang juga disebut
sebagai densitas optis dari film tersebut secara tepat dapat diukur dengan
menggunakan densitometer fotolistrik yang pembacaannya dinyatakan sebagai
logaritma intensitas cahaya yang dipancarkan melalui film tersebut. Densitas
optis dari film yang terkena radiasi secara kualitatif berhubungan dengan
besarnya penyinaran radiasi.
Dengan
perbandingan densitas optis dari film yang dikenakan oleh seseorang yang
terkena radiasi terhadap densitas film yang terkena radiasi dengan jumlah yang
telah diketahui, maka penyinaran terhadap film yang dikenakan oleh seseorang
tersebut dapat ditentukan.
Karena adanya
variasi kecil dalam emulsi yang mempengaruhi respon kuantitatifnya terhadap
radiasi maka dalam hal ini satu film dalam setiap kelompoknya perlu dikalibrasi.
c.
Efek Fotografis pada Film.
Pengaruh
radiasi pengion pada film fotografis adalah sama dengan pengaruh cahaya tampak
pada film fotografi. Film fotografi terdiri dari reaksi kristal AgBr.
Penyerapan energi pada butir-butir AgBr menghasilkan gumpalan-gumpalan kecil
logam perak yang dikatakan sebagai bayangan laten.
Setelah melalui
suatu pencucian (proses) maka akan tampak adanya perubahan kehitam-hitaman pada
film yang kemudian dinyatakan sebagai perbedaan kerapatan (density). Setelah
dilakukan pembacaan density dengan alat pembacanya, maka hasil pembacaan
tersebut diplot pada grafik standar sehingga bisa ditentukan besarnya dosis
yang diterima film.
Pada umumnya
sebelum sejumlah film dikirim kepada pemakai satu atau dua film diambil
dipergunakan untuk membuat grafik dengan cara menyinari film tersebut dan
membaca density kemudian tergambarlah suatu grafik standard. Sering terjadi adanya penyimpangan antara penyinaran dan
pembacaan film yang telah disinari, hal itu disebabkan antara lain:
1. Batas kemampuan terendah untuk
mendeteksi suatu radiasi dosis rendah. Pengukuran menjadi kurang akurat, batas
minimum 0,1 Sv (10 mRem) kemungkinan yang diterima lebih rendah dari 0,1 mSv
(10 mrem).
2. Kesalahan
bacaan yang berhubungan dengan energi.
Kesalahan dapat timbul sebesar 10 - 20 % apabila film tidak dipergunakan pada
batas jangkauan energi yang telah ditentukan. Dapat juga terjadi energi radiasi
yang tidak tepat jatuh pada daerah kompensasi pada film, kemungkinan yang
mencapai daerah tersebut hanya hamburannya saja, sehingga kesalahan baca dapat
sangat besar.
3. Kesalahan yang disebabkan oleh adanya pengukuran bayangan
laten antara penyinaran dengan pencucian (proses). Peningkatan bayangan putih
emulsi dari film cepat dapat sebagai penyebab utama suatu kesalahan .
tergantung pada tipe dari emulsi film (cepat atau lambat) kondisi
lingkungan, waktu pemakaian.
4. Kesalahan
pada waktu pengukuran kerapatan.
5. Kesalahan pada waktu pencucian
(proses) film.
Pada waktu
pembuatan grafis standar dengan pencucian film keadaan bahan pencuci
(developer) sudah berbeda atau bahan sudah mengalami penggantian. Perbedaan
waktu pencucian selama 4 menit dapat menyebabkan kesalahan sebesar 10 - 25 %
perbedaan suhu 1°
c, kesalahan mendeteksi 10 %.
6. Kesalahan yang disebabkan oleh
kalibrasi. Kesalahan dapat mencapai kurang lebih 5 %.
7. Kesalahan yang disebabkan oleh
temperatur pada sensitivitas fitografik.
Sensitivitas emulsi film terhadap sinar-x bertambah secara
linear dengan temperatur, kenaikan temperatur , dengan fluktuasi yang
cukup besar pada pemakaian yang digunakan akan berpengaruh. Umum terjadi pada
para pekerja di alam tropik yang bekerja diluar ruangan pada siang hari, dekat
pemanas.
Pengaruh panas pada film baik sebelum dan sesudah penyinaran
dapat mengubah pemutihan (fogging) dan adanya kehitaman.
d. TLD BADGE
(Thermoluminescence Dosimeter)
Beberapa kristal termasuk CaF2 yang menggunakan
Mn sebagai pencemar (impuritas) dan LiF, memancarkan cahaya apabila
kristal-kristal tersebut dipanaskan setelah dikenai radiasi. Kristal-kristal
tersebut dinamakan kristal termoluminesens (kristal pendar panas).
Penyerapan energi radiasi oleh kristal mengakibatkan
timbulnya atom-atom dalam kristal sehingga menghasilkan elektron-elektron dan
lubang-lubang bebas dalam kristal pendar panas. Elektron-elektron ini ditangkap
oleh pemancar dalam kisi-kisi kristalin sehingga dapat menghalangi timbulnya
energi dalam kristal tersebut.
Kristal-kristal yang dipanaskan
melepaskan energi yang ditimbulkan sebagai cahaya. Pengukuran keluaran cahaya
bersamaan dengan meningkatnya suhu. Suhu dimana keluaran cahaya maksimum
terjadi merupakan suatu ukuran energi pengikat elektron pada lobang didalam
tangkapan tersebut. Jumlah cahaya yang diukur sebanding dengan jumlah elektron
yang ditangkap atau dengan kata lain sebanding dengan energi yang diserap dari
radiasi pengion.
Jadi intensitas cahaya yang dipancarkan
pada saat pemanasan kristal pendar panas secara langsung sebanding dengan dosis
radiasi yang diserap oleh kristal tersebut